Hidayatulah.com–Puluhan ribu orang Afrika yang melarikan diri dari kesengsaraan di negeri mereka dan berupaya memperoleh keselamatan di Israel hidup dalam keadaan terlantar, karena takut dideportasi meskipun mereka telah tinggal di negara itu selama lebih dari satu dekade. Demikian laporan Agence France Presse sebagaimana dikutip Arab News, Jum’at (15/09/2017).
Mengakui meningkatnya ketidaksenangan di kalangan orang Israel atas kehadiran para migran di Tel Aviv selatan, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu baru-baru ini mengunjungi daerah tersebut.
Dia muncul di TV bersama seorang wanita tua yang mengatakan bahwa dia takut meninggalkan apartemennya pada malam hari karena takut pada tetangga Afrikanya.
“Kita akan mengembalikan Tel Aviv selatan ke warga Israel,” janji Netanyahu. Dia menambahkan bahwa orang-orang Afrika “bukan pengungsi tapi penyusup ilegal.”
Data pemerintah Israel menunjukkan per 30 Juni menunjukkan total 38.043 migran Afrika di negara itu. Mereka termasuk 27.494 orang Eritrea dan 7.869 orang Sudan.
Para migran mulai datang dalam jumlah besar melintasi perbatasan yang bercelah antara Israel dan Semenanjung Sinai Mesir pada tahun 2007, ketika hampir 5.000 orang berhasil masuk, menurut data Kementerian Dalam Negeri Israel.
Pada tahun 2011 jumlahnya melonjak hingga lebih dari 17.000 orang, namun pada tahun berikutnya pemerintah menyelesaikan pagar perbatasan dan memasang sensor elektronik.
Pada 2013, hanya 43 orang yang tertangkap, sedangkan dalam enam bulan pertama tahun ini tidak ada yang berhasil lolos.
Selain ingin dilihat sebagai upaya memberi tanggapan atas keluhan warganya, pemerintah Israel juga peduli dengan upaya mempertahankan karakter Yahudi Israel.
Hanya yang berdarah Yahudi atau yang memiliki keluarga Yahudi yang diizinkan untuk berimigrasi ke Israel.
Pada tahun 2012, sebuah demonstrasi anti-migran diadakan di Tel Aviv dan diikuti sekitar 1.000 pemrotes. Salah satu pembicara, Miri Regev, seorang anggota parlemen dari partai Likud Netanyahu, yang sekarang menjadi menteri dari partai sayap kanan.
“Para penyusup adalah kanker di tubuh kita,” katanya dalam demonstrasi itu, yang memicu kerusuhan ras dengan teriakan “Blacks out!” dan serangan terhadap toko-toko yang dikelola orang-orang Afrika.
Warga Israel di wilayah itu telah membentuk “The South Tel Aviv Liberation Front” untuk melobi pemerintah agar melakukan tindakan yang lebih keras terhadap pendatang baru tersebut.
“Mereka membawa ke sini budaya Dunia Ketiga, banyak misogini, banyak sovinisme, banyak homofobia dan sangat tidak hormat,” kata pemimpin perkumpulan itu, Sheffi Paz tanpa bukti.
“Tidak menghormati pihak berwajib, tidak menghormati hukum, tidak menghormati warga,” tambahnya.*/Abd Mustofa