Duta Besar AS Ralph L Boyce kembali memuji kemajuan demokrasi di Indonesia dan mengatakan Pemerintah AS mengalokasikan 18 juta dolar AS untuk pemilihan umum demokratis tahun 2004 dari total dana bantuan AS senilai 130 juta dolar AS untuk Indonesia tahun ini. “Dana bantuan kami senilai 130 juta dolar AS tahun ini mencakup 18 juta dolar AS untuk pemilihan demokratis tahun 2004,” kata Ralph L Boyce dalam sambutannya di Seminar bertema “Indonesia Menuju Demokrasi Sejati: Peluang dan Tantangan” yang diselenggarakan Pusat Kajian Media UIN Syarif Hidayatullah dan Kedubes AS di Jakarta, Selasa (17/6). Boyce tidak merinci bantuan Pemilu tersebut dan hanya mengatakan total bantuan AS bagi Indonesia sebagian besar digunakan untuk membantu lembaga-lembaga demokrasi termasuk LSM, otonomi daerah, pendidikan kewarganegaraan termasuk lembaga-lembaga Islam. Dikatakan Boyce, demokrasi itu berat. Ketika sebuah pemerintahan otoriter jatuh, demokrasi tidak secara otomatis menggantikannya, karena seringkali ketika pemerintahan diktator tumbang kekosongan yang tercipta terisi oleh situasi kacau-balau. AS, lanjut Boyce, senantiasa bekerja untuk menyempurnakan sistem demokrasinya selama lebih dari 220 tahun dan kini telah mencapai kemajuan yang memadai meski masih jauh dari sempurna, seperti terjadi pada Pemilihan Presiden AS tahun 2000. Namun demikian, ditegaskannya, pihaknya tidak memiliki keinginan untuk menerapkan sistem politik AS ke Indonesia dan menghormati sistem politik yang ada di Indonesia. Boyce juga mengatakan, demokrasi yang sering disebut kekuasaan mayoritas memiliki tantangan terbesar yakni bagaimana melindungi hak-hak minoritas. “Untuk melindungi hak-hak asasi semua warga negara termasuk kelompok minoritas para perancang konstitusi AS menambahkan 10 amandemen pertama yang dinamakan “Bill of Rights” mencakup jaminan pemisahan antara agama dan negara dan kebebasan beragama, kebebasan pers dan hak atas pengadilan yang adil,” katanya. Tetapi, ujarnya, perlakuan terhadap minoritas tidaklah mudah bagi masyarakat manapun. Bahkan AS sampai harus mengalami perang sipil berdarah untuk mengakhiri praktik perbudakan dan perlu waktu seabad lagi sebelum kaum hitam AS mendapat hak konstitusional mereka secara bebas. Boyce juga mengakui AS belum pernah memilih seorang wanita ke jabatan tertinggi sebagai Presiden yang justru sudah dicapai Indonesia. Dia juga mengaku terkesan dengan kebebasan pers yang terjadi di Indonesia yang bukan saja bisa dilihat dari jumlah media massa yang bermunculan tetapi juga oleh profesionalisme yang meningkat. “Meski ada keprihatinan pada awal operasi militer di Aceh kebebasan media akan dikekang, media tetap melaporkan secara bebas di Aceh dan juga di daerah lainnya di Indonesia. Rakyat Indonesia harus benar-benar bangga atas prestasi ini,” kata Boyce. Seperti pernah dikutip tabloid Realitas, beberapa bulan menjelang Pemilu 1999, AS juga sempat membantu dana milyaran rupiah kepada salah satu parti besar di Indonesia.(wpd/cha)