Hidayatullah.com–Belum tuntas masalah daging celeng dan bangkai ayam yang diedarkan di beberapa pasar di Indonesia, di sejumlah pasar di Sleman, Yogyakarta, kini beredar daging dan jerohan ayam yang mengandung formalin. Sub Dinas Peternakan Sleman sudah sejak enam bulan memantau adanya peredaran daging yang dicampur bahan pengawet yang membahayakan kesehatan tersebut. Kasi Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Sub Dinas Peternakan Sleman, drh Hardjanto mengungkapkan hal tersebut seperti ditulis Kedaulatan Rakyat Selasa (26/8). Sebenarnya sudah sejak enam bulan lalu kami menemukan kasus ini dari satu sumber. Tapi kok jumlahnya semakin berkembang ke beberapa pedagang lain, tukasnya. Hardjanto menambahkan, kalau tidak teliti memang sulit membedakan antara daging ayam yang mengandung formalin dengan yang tidak. Karena dosis formalin yang digunakan rendah sehingga tidak berbau sama sekali. Kami sendiri juga kesulitan membedakannya. Namun setelah membawa sampelnya dan dibiarkan tanpa perlakuan selama satu hari, ternyata tidak membusuk. Sehingga kecurigaan kami mengarah ke pemakaian formalin, paparnya. Tujuan pemakaian formalin oleh oknum pedagang tersebut, menurutnya memang untuk mengawetkan daging dan jerohan. Formalin dalam dosis rendah dicampurkan ke air, kemudian daging dan jerohan tersebut direndam beberapa saat. Kalau daging yang tidak mengandung formalin dijual sampai siang biasanya sudah berbau anyir, tambahnya. Pihaknya menganjurkan agar masyarakat berhati-hati saat membeli daging ayam. Meskipun sulit dibedakan dengan daging lainnya, tapi masih dapat ditandai. Daging yang mengandung formalin biasanya bebas dari kerumunan lalat. Karena lalat sangat peka terhadap bau yang menyengat seperti formalin, sekecil apapun dosisnya, jelasnya. Selain itu warna daging ayam yang mengandung formalin cenderung pucat mengkilat. Selain ditemukan pada daging, bahan pengawet berbahaya ini juga dipakai di jerohan seperti usus. Karena usus lebih cepat busuk dan yang mengandung formalin kalau digoreng bukannya menyusut tapi mekrok (mengembang), imbuh Hardjanto. Saat ditemukan enam bulan lalu, pihaknya menduga kasus itu tidak akan meluas. Namun ternyata baru-baru ini petugas kembali menemukan daging dan jerohan ayam yang mengandung formalin di beberapa pasar. Kami memang belum mengambil tindakan apapun, karena oknum penjual daging ayam tersebut masih pintar berkilah, akunya. Didesak upaya Sub Dinas Peternakan Sleman memberi semacam sertifikasi kepada para pedagang daging yang dapat menjamin kepercayaan konsumen, Hardjanto menandaskan, saat ini hal tersebut memang belum dilakukan. Sebab sebagian besar penjual daging bukan termasuk pedagang bermodal besar. Kami baru dapat mengimbau ke penjual daging agar menghindari pemakaian formalin sebagai pengawet. Karena tidak lazim diberikan ke produk konsumsi. Selain itu juga membahayakan kesehatan konsumen. Dalam jangka pendek, dapat menimbulkan gangguan pencernaan atau perut dan jangka panjangnya bila terkonsumsi terus-menerus dapat menyebabkan kanker, ujarnya. Beberapa bulan lalu, masyarakat dikejutkan dengan beredarnya daging celeng (babi liar) dan bangkai ayam yang dimasukkan ke beberapa kota besar di Indonesia. (KR/cha)