Hidayatullah.com–Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui dubesnya di Mesir, David Welch, mendesak Syeikh Agung Al-Azhar Prof Dr Mohamed Sayed Tantawi agar membatalkan fatwa soal pemerintahan transisi Iraq pimpinan AS.
Fatwa ulama-ualama Al-Azhar itu sangat berbahaya bagi keamanan di Iraq, karena itu kita desak agar dibatalkan, kata Dubes Welch di Kairo Kamis (28/8). Kepada jaringan televisi berita Mesir Nile TV International, Dubes AS itu mengungkapkan bahwa Pemerintah AS menyesalkan fatwa ulama Al-Azhar itu, karena dipandang sebagai mengancam upaya stabilitas keamanan dan politik di Iraq pasca perang.
Perang di Iraq telah berakhir, dan kini sedang diupayakan untuk membangun kembali negeri itu dan selanjutkan AS akan menyerahkan kekuasaan kepada rakyat Iraq sendiri, paparnya.
Sebelumnya, pada Selasa (27/8) Dubes Welch menemui Syeikh Agung Al-Azhar di kantor pusat universitas Islam tertua di dunia itu untuk membicarakan masalah fatwa tersebut. Dubes Welch kepada wartawan seusai pertemuan dengan Syeikh Al-Azhar itu tidak banyak mengungkapkan hasil pertemuannya, namun menggambarkan bahwa pertemuannya dengan petinggi Al-Azhar itu sangat positif.
Syeikh Tantawi sendiri mengaku fatwa tersebut tidak dikonsultasikan kepada dirinya sebelum dimaklumatkan Dewan Fatwa Al-Azhar. Dewan Fatwa Al-Azhar merupakan lembaga independen. Fatwa ulama Al-Azhar yang dikeluarkan Dewan Fatwa Al-Azhar baru-baru ini pada intinya mengharamkan pemerintahan transisi Iraq pimpinan Amerika Serikat dan koalisinya.
AS tidak layak menguasai Iraq sebagai salah satu pusat peradaban Islam. Karena itu, ulama Al-Azhar mengharamkam kekuasaan AS di Iraq, demikian inti fatwa tersebut. Fatwa juga membolehkan aksi bom bunuh diri di Iraq untuk mengusir kaum penjajah AS. Bom bunuhdiri di Iraq itu merupakan bagian dari perjuangan mempertahankan martabat bangsa dan kehormatan rakyat Iraq yang dirampasnya.
Pelaku bom bunuh diri yang berpegang pada prinsip ini digolongkan mati syahid, kata fatwa tersebut. Sementara itu, di kalangan ulama Al-Azhar sendiri berbeda pendapat menyangkut fatwa yang digagas pakar hukum Islam, Prof Dr Nabawi Mohamed Al-Ash. Sekjen Lembaga Riset Islam pada Universitas Al-Azhar, Syeikh Sayed Mohamed Abu Agous menilai, fatwa tentang Iraq itu tidak proporsional karena menyangkut masalah politik.
Selain ulama Al-Azhar yang mengeluarkan fatwa tentang Iraq, sebelumnya, aktivis Ihwanul Muslimin Yordania juga melakukan fatwa sama. Ihwanul Muslimin mengeluarkan fatwa dan meminta orang Islam tidak menjadi anggota lembaga-lembaga yang dipilih AS yang belakangan dianggap wakil masyarakat Iraq untuk membentuk pemerintahan.
Tak urung, fatwa para ulama Islam ini akan semakin menyulitkan posisi AS. Di tengah semakin rapuhnya dukungan politik oleh warga setempat, semakin hari, tekanan psikologis pasukannya di lapangan terus makin melemah akibat keamanan di lapangan yang sangat menghantuinya. Minggu lalu, AS mengumumkan mengurangi pasukannya di Iraq berkaitan dengan banyaknya ancaman terhadap tentaranya yang bertugas di negeri itu. (wpd/cha)