Hidayatullah.com–Kunjungan Presiden Amerika Serikat (AS), Goerge Walker Bush ke Indonesia yang hanya berkisar enam jam pada hari Rabu (22/10) setidaknya menyisahkan banyak hal penting sebagai sikap Washington kepada bangsa Indonesia. “Kunjungan saya memang singkat sekali hanya sekitar tiga jam, namun pesan dari kunjungan singkat ini adalah ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada rakyat Indonesia,” kata Bush dalam jumpa pers bersama Presiden Megawati Soekarnoputri, di Hotel Patra Bali, Rabu. Pertemuan Bush dengan Megawati berlangsung sekitar pukul 11.25 Wita, sepuluh menit setelah Air Force One yang ditumpangi Bush dan istrinya Laura Bush beserta rombongan mendarat di Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali. Selama pertemuan yang berlangsung tiga puluh menit itu, Bush didampingi Deputy Secretary of State for The Asia-Pasific James Kelly, National Security Advisor Condolezza Rice, dan sejumlah pejabat lain. Pihak Indonesia, Megawati didampingi Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono, Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menko Kesra Jusuf Kalla, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Kapolri Jenderal Pol Dai Bachtiar, serta Kepala BIN A.M. Hendropriyono. Dalam pidatonya, Bush banyak memuji-muji Indonesia dengan mengatakan, Washington tetap menganggap Indonesia sebagai salah satu sahabat AS. “Saya gembira bisa mengunjungi Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam dan menentang terorisme,” kata Bush. Sikap Berlebihan Kendati kedatangan Bush hanya beberapa saat, namun kedatangannya itu telah menimbulkan berbagai pertanyaan penting di mata masyarakat Indonesia. Sejumlah kalangan menilai, pengawalan kepresidenan Amerika Serikat (AS) yang sangat berlebih-lebihan setidaknya telah menunjukkan anggapan pemerintahan RI tidak punya harga diri di dunia internasional sebagai negara yang berdaulat. Sikap AS kepada pemerintah Indonesia selaku tuan rumah ditunjukkan dengan cara pengamanan terhadap Bush yang sangat berlebih-lebihan. Diantaranya, “mengobrak-abrik” kawasan Hotel Patra Bali dan sekitarnya. Pengawal Bush juga melakukan penggeledahan terhadap onggokan barang seperti hidran, saluran aliran listrik, tempat sampah, boks telepon, hingga bagian-bagian dahan dan ranting pepohonan. Pemeriksaan secara seksama atas barang dan pepohonan, hingga ke kawasan semak-semak yang ada di sekitar hotel, dilakukan petugas sebelum George W. Bush memasuki Patra Bali sekitar pukul 10.54 Wita. Kepada pers, para pengaman Bush ini juga hanya memberi kesempatan pada sesi jumpa pers. Ketatnya pengamanan sudah terasa begitu memasuki Hotel Patra. Begitu masuk, selain harus melewati metal detector, wartawan yang sebenarnya memegang kartu ID dari Setneg masih dicek satu per satu. Pihak AS juga memberikan ID khusus, White House Press Pool, yang harus dikembalikan setelah acara selesai. Sebagai tanda lolos sensor pertama, petugas paspampres juga memberikan stiker yang berupa security checked paspampres. Para wartawan yang sudah berkumpul mulai pukul 9.30 Wita tersebut langsung digiring melewati pos berikutnya. Pemeriksaan identitas diulang lagi. Kali ini, pemeriksaan melibatkan sepuluhan anggota Secret Service (SS) Police AS dengan sejumlah anjing herder yang dibawanya. Pemeriksaan tidak sekadar dilakukan melalui pencocokan identitas, tapi juga pencocokan jumlah wartawan dengan ID White House. Lolos sensor kedua, wartawan masih mendapatkan pelakukan yang lebih menjengkelkan. Sebab, para kuli disket itu ternyata tidak langsung diberi kebebasan untuk melihat suasana hotel dan meliput pertemuan, tapi malah dikarantina di salah satu cottage yang dijaga ketat anggota SS. Tak satu pun wartawan diperbolehkan keluar, kecuali seorang fotografer kantor berita Antara. Praktis, sejak pukul 10.00 hingga menjelang jumpa pers yang dimulai pukul 14.10 Wita, mereka hanya duduk-duduk. Keanehan juga nampak pada lokasi Bandara Ngurah Rai Tuban, yang biasanya dipenuhi para pedagang kakilima, tampak “steril”. Sederet warung dan toko yang ada pada radius kurang lebih 3,5 kilometer dari Hotel Patra Bali, harus tutup sehubungan kawasan itu dinyatakan bebas dari arus lalulintas, baik orang maupun kendaraan. Orang yang boleh masuk ke kawasan yang dinyakan sebagai ring II itu, adalah mereka yang mengenakan “ID” atau tanda pengenal yang dikeluarkan pihak Kodam IX/Udayana. Sementara untuk dapat masuk ke ring I, yakni kompleks Hotel Patra Bali, hanya wartawan yang memegang “ID” dari pihak Kedubes AS yang diperkenankan. Ketatnya bentuk pelarangan masuk ring I yang dilakukan petugas pengawal kepresidenan AS, sempat juga dikeluhkan beberapa petugas kepolisian setempat. Sejumlah kalangan menilai, cara AS melakukan pengamanan sama halnya tidak menghargai pemerintah Indonesia. Sebelumnya, pers juga memberitakan, pihak AS juga akan melakukan jamming (mengacaukan) gelombang komunikasi di luar frekwensi yang mereka gunakan namun ditolak pihak Indonesia. Indonesia National Air Carriers Association (INACA) sangat mempertanyakan sikap Indonesia yang menutup bandara. Ini patut dipertanyakan motivasi pemerintah, khususnya Departemen Perhubungan sehingga memberikan izin mensterilkan bandara selama empat jam, kata Sekjen INACA, Tengku Burhanuddin. Indikasi sikap berlebihan menerima kedatangan Bush ini memang telah sejak awal tersirat. Diakui pemerintah, bahwa selain pengamanan di darat, penjagaan juga melibatkan pesawat udara milik TNI Angkatan Udara (AU) dan kapal tempur TNI Angkatan Laut (AL), misalnya pengamatan udara oleh pesawat jenis F-16 dan pesawat intai jenis Boeing 737. Sementara di Hotel The Patra Bali, Tuban yang akan dipakai sebagai tempat pertemuan, pengamanannya makin diperketat. Semua kendaraan yang masuk ke hotel yang terletak sekitar 200 meter dari Bandara Ngurah Rai diperiksa secara ketat. Personel TNI bersenjata juga disebar sampai ke rumah-rumah penduduk yang banyak terdapat di belakang hotel. RI juga menyiapkan kapal perang, patroli kecil, pengintai udara oleh Korps AU 2, Intel Maritim dengan Boing 737 serta petugas SAR. Selain itu, ditambah personel satuan Kopassus, Marinir dan Kopaskas AU. Padahal, sebelumnya, MenKo Bidang Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, kunjungan Bush ke Bali akan disambut secara wajar dan tak ada sesuatu yang istimewa, terutama dari aspek keamanan maupun aspek operasionalisasi Bandara Internasional Ngurah Rai. Yudhoyono bahkan mengatakan tak ada no-fly zone (zona larangan terbang) dan tak ada penutupan bandara. Anehnya, pemerintah Indonesi belum terdengar sikapnya. (jp/rep/mi/wp/cha)