Hidayatullah.com–Bahaya terorisme ekonomi sama dahsyatnya dengan terorisme lain karena ia akan menyebabkan kematian dan kerusakan secara tidak langsung yang berefek sangat panjang. Pernyataan ini disampaikan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Muhammad menanggapi dominasi mata uang dan ekonomi Barat di Yogyakarta, seusai memperoleh penghargaan “AFEO (Asean Federation of Engineering Organizations) Distinguished Fellow Award”, 22 Oktober 2003. “Penghargaan itu diberikan kepada Mahathir karena dinilai berjasa memajukan profesi insinyur di Malaysia pada khususnya dan Asia Tenggara pada umumnya,” kata Wakil Sekjen Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Lamhot Sinaga. Mahathir juga dinilai berjasa melalui kebijakan-kebijakannya terhadap “engineering development” yang menjadikan Malaysia sebuah negara yang mempunyai perkembangan teknologi sangat pesat. “Strategi kebijakan di bidang teknologi dan industri serta kebijakan pembangunan sumberdaya manusia Mahathir menjadikan Malaysia segera keluar dari krisis ekonomi yang dimulai medio 1997,” katanya. Menurut dia, setelah menerima penghargaan tersebut, Mahathir Mohamad akan memberikan pidato yang diperkirakan sebagai “international official statement” atau pidato internasional yang terakhir sebelum turun dari tampuk kepemimpinannya pada 31 Oktober 2003. “Hal itu membuat sangat berharga dan tinggi nilai dari pidato tersebut dan PII sebagai penyelenggara kegiatan itu merasa sangat terhormat,” katanya. Ia menjelaskan, AFEO merupakan federasi dari organisasi profesi keinsinyuran lingkup regional Asia Tenggara, yang terdiri atas organisasi atau institusi profesi keinsinyuran di tingkat nasional masing-masing negara anggota Asean. AFEO bertujuan untuk mempromosikan kesetaraan, saling pengakuan, dan pengertian dalam menetapkan standar profesi keinsinyuran, serta mengembangkan standar untuk mobilitas insinyur di kawasan regional Asean. “AFEO beranggotakan institusi organisasi keinsinyuran dari 10 negara Asean, yakni PUJA Brunei Darussalam, EIC Kamboja, LUSEA Laos, IEM Malaysia, MES Myanmar, PTC Filipina, IES Singapura, EIT Thailand, VUSTA Vietnam, dan PII Indonesia,” katanya. Dalam kesempatan itu Mahathir juga mengatakan, Baratl telah mengamalkan double standard karena mereka meminta orang melakukan apa yang diarahkan mereka dan bukan seperti yang mereka lakukan. Menurutnya, selepas serangan 11 September 2001, dunia dapat melihat terorisme dan pembunuhan rakyat yang tidak bersalah untuk mencapai tujuan masing-masing atau bagi membalas dendam. Terorisme bukan saja dilakukan individu, tetapi oleh negara yang konon ingin membalas dendam terhadap teroris, tetapi perbuatan itu juga memusnahkan keluarga, rumah, kampung dan kota yang mereka serang. Tidak mustahil perbuatan itu juga membunuh mereka yang tidak berdosa, malah terorisme itu lebih dahsyat dengan penggunaan senjata dan lebih sistematik yang dilakukan tentera terlatih. Dikeroyok Wartawan Kedatangan orang kuat Asia ini setidaknya dimanfaatkan oleh TV 7 milik koran kompas. Dalam diskusi langsung bertajuk Mahathir Menjawab, pria yang kerap dipanggil Dr.M ini banyak menjawab pertanyaan seputar dirinya. Dalam diskusi live yang dipandu oleh Dana Iswara (TV7), Mahathir dikeroyok enam wartawan senior asal Indonesia. Mereka diantaranya, August Parengkuang (Kompas), Sabam Siagian, (The Jakarta Post), Susanto Pujosartono (wartawan senior Indonesia), Yuli Ismartono (Tempo) dan Dana Iswara. Menanggapi keberanianya melawan sikap Barata, Mahathir hanya mengatakan, yang penting sikap bersatu padu. Kebanyakan wawancara hanya berkisar seputar pembangunan ekonomi di Malaysia, dominasi negara-negara barat, terorisme, juga rencana Mahathir Mohamad setelah lengser dari jabatannya sebagai perdana menteri Malaysia per 31 Oktober mendatang. Sayang, meski dikeroyok lima wartawan senior, tak satupun ada pertanyaan kritis menyangkut sikap KKN ekonominya dan sikap melanggar HAM dan memenjarakan Anwar Ibrahim. Mayoritas wawancara hanya memuji Mahathir. (bh/kp/cha)