Rabu, 2 November 2005
Hidayatullah.com–Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat mengimbau kepada masyarakat, terutama umat Islam, apabila terjadi perbedaan waktu Idul Fitri 1 Syawal 1426 Hijriah, agar tetap saling menghormati dan menghargai satu sama lainnya.
"Hendaknya umat Islam berpegang pada keputusan Pemerintah dalam sidang Itsbat di Departemen Agama yang akan diumumkan pada Rabu petang," kata Ketua MUI Pusat, Umar Shihab, dalam Tausiah menjelang Idul Fitri 1 Syawal 1426 Hijriah di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, perbedaan pendapat mengenai penetapan Idul Fitri 1 Syawal bisa saja terjadi, jika pada sidang Itsbat yang menggunakan metode hisab dan ru`yah tidak berhasil disepakati.
Dikatakannya, apabila pada sidang tersebut hilal (bulan baru) tidak berhasil dilihat baik di Indonesia maupun di negara-negara Asean maka berdasarkan metode ru`yah, bulan Ramadhan disempurnakan menjadi 30 hari, sehingga 1 Syawal jatuh pada hari Jumat (4 Nopember 2005).
"Kita berdoa, agar ada petugas yagn dapat melihat hilal, sehingga tidak ada perbedaan dengan perhitungan ahli hisab, yaitu 1 Syawal jatuh pada hari Kamis (3 Nopember 2005)," ungkapnya.
Meski demikian, Umar menyatakan, kedua pendapat tersebut sama-sama dianggap benar. "Jangan mengatakan salah satunya benar, dan salah satunya salah," tegasnya.
MUI katanya, belum bisa memutuskan fatwa, agar jatuhnya lebaran bisa seragam. "Sekarang belum memungkinkan. Tapi, di masa yang akan datang diharapkan bisa saja terjadi," katanya.
Ia sekali lagi menegaskan bahwa perbedaan pendapat penetapan 1 Syawal merupakan hal yang wajar dan tidak perlu dibesar-besarkan.
Sementara itu, Sekretaris Umum MUI, Ichwansam, menyarankan agar tidak ada kelompok-kelompok atau organisasi Islam yang melaksanakan Sholat Ied secara ekslusif dibawah "bendera" (organisasi) masing-masing.
Muhammadiyah
Sementara itu, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal 1426 Hijriyah (Hari Raya Lebaran) jatuh pada hari Kamis, 3 November 2005, berdasarkan perhitungan hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani dan dilakukan Muhammadiyah.
Maklumat tersebut disampaikan oleh Sekretaris PP Muhammadiyah Goodwill Zubir yang didampingi Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta, pekan lalu.
Menurut Goodwill, Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah menyatakan bahwa "ijtima" (konjungsi antara matahari-bulan dan bumi pada posisi satu garis) menjelang Syawal 1426 H terjadi pada Rabu, 2 November 2005 pukul 08:25:39 WIB.
Ketika itu, tinggi bulan pada saat matahari terbenam di Yogyakarta mencapai 3 derajat 05 menit dan 25 detik sehingga hilal (bulan baru) sudah terwujud.
"Posisi bulan di seluruh Indonesia pada saat terbenam matahari juga sudah berada di atas ufuk, sehingga Muhammadiyah menetapkan 1 Syawal jatuh pada Kamis, 3 November 2005," kata Goodwill.
Mengenai penetapan 1 Syawal tersebut, Din Syamsuddin mengatakan, Muhammadiyah menggunakan pendekatan hisab hakiki dan wujudul hilal.
"Dengan perhitungan hisab hakiki, datangnya awal bulan dapat dihitung berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam hal ini ilmu falak," katanya.
Sedangkan wujudul hilal, jika sudah terjadi ijtima` maka apabila hilal (bulan baru) sudah wujud, berapa pun ketinggiannya maka sudah masuk pada bulan berikut.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Din mengatakan, memang ada pandangan lain yakni metode ru`yah dengan melihat hilal. Biasanya pada ketinggian minimal 3 derajat, hilal baru bisa dilihat. Kalau tidak bisa dilihat maka jumlah hari pada bulan itu disempurnakan menjadi 30 hari.
"Ini persoalan serius, ini soal ibadah, bukan main-main atau terkait urusan politis. Memang banyak yang menginginkan agar penetapan 1 Syawal disatukan agar tidak ada perbedaan, tetapi bagi Muhammadiyah ini belum bisa, karena ini menyangkut masalah keyakinan," kata Din.
Meski demikian, untuk tahun ini Din memperkirakan tidak akan ada perbedaan penetapan 1 Syawal dengan pemerintah atau ormas Islam lainnya.
"Tetapi, kalau ada beda pendapat, maka tidak perlu dibesar-besarkanlah, apalagi sampai menimbulkan perpecahan dan konflik. Ini kan masalah khilafiyah," katanya.
Keputusan pemerintah sendiri mengenai penetapan jatuhnya 1 Syawal 1426 Hijriyah masih menunggu ketetapan sidang Itsbat Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama Rabu, (2/11) sore ini. (ant/cha)