Hidayatullah.com—Kelompok jaringan perempuan korban pelecehan di gereja berencana menggalang dukungan ke berbagai pihak. Menurut rencana selama berada di Jakarta mereka telah menjadwalkan beberapa agenda yang akan dilakukan antara lain meminta dukungan kepada beberapa lembaga negara seperti Komnas Perempuan, Komnas HAM, Meneg PP, Fraksi-Fraksi DPR RI.
Rabu (20/8) lalu korban dengan didampingi oleh Tim JPK2G menyambangi kantor Komnas HAM dan Komnas Perempuan yang terletak di Jl. Latuharhary, Jakarta Pusat guna mengaduan perihal pelecehan yang telah dialami yang mana pada hari Selasa (19/8) korban bersama dengan Tim JPK2G juga telah melaporkan ke PGI perihal kasus tersebut.
Beberapa organisasi kemanusiaan dan masyarakat juga memberikan dukungan atas penuntasan kasus ini antara lain; Jaringan Perempuan Korban Kekerasan di Gereja (JPK2G), Aliansi Sumut Bersatu, LETARE ( Kuasa Hukum ), Perkumpulan Peduli, Layar, Sahda Ahmo, Jemaat Antar Denominasi, Komunitas Masyarakat Damai, Kontras Medan, LBH APIK Jakarta, Koalisi Perempuan Indonesia, Kalyanamitra, Kapal Perempuan, Jurnal Perempuan, Kartini Networking, Our Voice, Ardhanary Institute, LP2M-Padang, PerPuaTI.
Sebagaimana diketahui, beberapa perempuan mengalami kasus pelecehan di dalam gereja. Para korban biasanya para pendeta atau calon pendeta, pelayan gereja, istri pelayan gereja maupun jemaat biasa. Karena takut dipersalahkan dan malu, banyak perempuan korban lebih banyak memilih diam bahkan tidak bersuara sama sekali.
Kasus terbaru adalah pelecehan calon pendeta di bawah naungan Gereja HKBP Medan. Seorang perempuan berinisial (RES) yang dilakukan oleh salah satu pemimpin gereja HKBP, dengan inisial (Pdt. MKHS, MTh) di Distrik X Medan Aceh Sumatera Utara pada 4 dan 7 Mei 2007 yang hingga saat ini masih belum jelas penyelesaiannya. Korban adalah calon pendeta yang baru dua bulan ditugaskan di distrik X Medan Aceh dan merupakan salah staff pelaku.
Karena itu, ‘Jaringan Peduli Perempuan Korban Kekerasan di Gereja’, menyampaikan pernyataan sikap. Antara lain menyatakan: Agar Pimpinan HKBP berani mengambil tindakan dan memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku agar perempuan korban tidak berjatuhan lagi dengan memperhatikan kepentingan korban, (2) mendesak Pimpinan HKBP membuat pernyataan maaf kepada korban atas perlakuan pelecehan yang dilakukan oleh oknum pendeta yang berada di bawah naungan Gereja HKBP melalui media lokal dan nasional selama 3 (tiga) hari berturut-turut, (3) Segera mempekerjakan korban kembali sebagai calon pendeta dengan memberikan penempatan baru serta membayar seluruh hak-hak korban yang tidak dibayar sejak bulan Mei 2007 hingga Agustus 2008. Korban juga meminta Kapolri untuk memerintahkan Poltabes Medan untuk segera menuntaskan proses hukum terhadap pengaduan korban RES tertanggal 06 Juni 2007 sesuai dengan Surat Tanda Bukti Lapor No.Pol : LP/2017/VI/2007/ TABES. [christianpost/cha/hidayatullah.com]