Hidayatullah.com--Tak puas atas tindak lanjut penanganan kasus rekening mencurigakan milik sejumlah perwira tinggi (pati) polisi, Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan investigasi dan verifikasi atas laporan masing-masing pati mengenai transaksi dalam rekening mereka.
Wakil Koordinator ICW Emerson Juntho di Jakarta, Rabu (30/6), menegaskan, itu dilakukan ICW meski sebelumnya telah melaporkan kasus rekening mencurigakan itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum.
Menurut Emerson, laporan ini mengalir ke kantor ICW setelah mereka melaporkan rekening mencurigakan milik salah seorang pati Polri ke KPK dan Satgas pada pertengahan Juni lalu.
“Kami tengah melakukan verifikasi dan investigasi terhadap rekening mencurigakan yang dimiliki sejumlah petinggi Polri. Verifikasi dan investigasi ini tergantung laporan yang kami terima,” ujar Emerson.
Menurut Emerson, investigasi dan verifikasi itu ada yang membutuhkan waktu panjang, namun ada juga yang membutuhkan waktu singkat. ICW akan melaporkan hasil verifikasi dan investigasi tersebut ke KPK dan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum.
Terkait langkah Kepala Bareskrim Mabes Komjen Ito Sumardi yang langsung melakukan klarifikasi atas rekening mencurigakan sejumlah petinggi Polri, sebagaimana yang dilansir majalah Tempo edisi pekan ini, Emerson menilai itu tidak fair.
“Polri tidak akan serius menangani soal itu,” ujarnya menambahkan.
Jika serius, menurut Emerson, seharusnya Polri segera melakukan penyelidikan seperti yang pernah dilakukan terhadap Vincentius Amin Sutanto, terpidana kasus pencucian uang dan pembobolan rekening PT Asian Agri.
Ada beberapa alasan yang dikemukakan Emerson mengapa Polri tidak akan serius menangani kasus rekening mencurigakan milik sejumlah pejabat tinggi ini. Pertama, karena kasus tersebut melibatkan pejabat tinggi yang tak lain adalah rekan sejawat Ito. “Kedua, semangat solidaritas korps Bhayangkara masih tinggi. Menyelidiki kasus ini, berarti membuka aib sendiri,” ujar Emerson.
Menurut dia, temuan rekening bank berisi dana senilai Rp 95 miliar milik perwira Polri itu sebenarnya bukan kasus baru. Untuk mengusutnya, Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri harus bertindak tegas dan bukan sekadar minta klarifikasi.
“Kapolri harus menindak bawahannya. Tapi, tentu akan sulit jika mengharapkan Polri mengusut kasus ini. Selama ini, Polri sekadar melakukan klarifikasi. Padahal, Polri sendiri memiliki catatan untuk menangani kasus-kasus yang melibatkan petingginya. Yang jelas, temuan rekening gelap itu sangat mungkin berkaitan dengan tindak pencucian uang dan gratifikasi serta mafia hukum,” ujar Emerson.
Dia mencontohkan, pemberantasan korupsi di Kepolisian Hong Kong yang dimulai dari pejabat tinggi. Namun, yang dilakukan di Indonesia, justru sebaliknya.
“Proses penanganan kasus Gayus Tambunan, misalnya, masih saja menyasar perwira menengah Mabes Polri. Padahal, ada pati yang disebut-sebut terlibat. Sekarang kita hanya berharap kepada KPK. Presiden harus mendorong agar kasus ini ditangani KPK,” ujar Emerson.
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, meminta Kapolri agar serius menangani kasus rekening mencurigakan milik sejumlah petinggi Polri itu. Dia menilai, aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, bahkan KPK sendiri cenderung lamban dalam menangani setiap perkara hukum, terutama yang menyangkut internal masing-masing.
Menurut Zainal, persoalan seperti saat ini terjadi di institusi kepolisian pernah juga terjadi di institusi penegak hukum lain. Dia mencontohkan kasus jaksa Urip Tri Gunawan pada kasus suap perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Kompol Arafat pada kasus pajak Gayus Tambunan, hingga melonjaknya isi rekening Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo. “Yang terjadi justru penjualan kekuasaan oleh institusi penegakan hukum,” katanya.
Mengenai pemberian remunerasi bagi polisi yang akan diberikan bertepatan dengan perayaan HUT ke-64 Polri pada 1 Juli 2010 ini, Zainal melihat itu tidak terkait dengan upaya perbaikan internal di tubuh kepolisian. Menurut dia, itu belum tentu memperbaiki kinerja Polri hingga ke level bawah.
Sebelumnya, Satgas Antimafia Hukum menyatakan enggan menangani kasus rekening mencurigakan milik petinggi Polri senilai Rp 95 miliar. Mereka beralasan, kasus tersebut sudah ditangani kepolisian. “Jadi, ini masalah internal Polri. Kami tidak akan ikut campur,” ujar Ketua Satgas Kuntoro Mangkusubroto.
Menurut Kuntoro, tugas Satgas dalam kasus tersebut sudah selesai, yakni meneruskan laporan ICW kepada Polri.
“Satgas dalam posisi sudah selesai tugas,” katanya.
Saat laporan masih berada di tangan Satgas, toh Kuntoro enggan menyebut apakah dana Rp 95 miliar itu legal atau ilegal. Dia berkilah, Satgas tidak masuk ke substansi perkara. “Saya kira, Kapolri telah menanganinya dengan baik,” ujarnya.
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Zainuri Lubis menandaskan, pimpinan Polri akan menindaklanjuti kasus rekening mencurigakan milik sejumlah pati Polri. Namun, katanya, sumber berita mengenai rekening itu sumir. “Infonya dari mana, tidak ada yang jelas,” katanya.
Menurut Zainuri, data itu berdasar laporan hasil analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Tapi, dari mana sumber soal rekening pati Polri yang mencurigakan itu tidak disebutkan.
“Untuk pengusutan, cek dan ricek, ICW pun harus berani menyebutkan sumber-sumbernya. Tentu, atas dasar itu, pimpinan Polri akan mengambil langkah-langkah,” ujar Zainuri. Dia menambahkan, salah satu pati yang disebut-sebut telah diklarifikasi.
Sementara Kabid Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Marwoto Soeto mengatakan, pemberitaan mengenai rekening mencurigakan sejumlah pati Polri itu sudah mengganggu institusi Polri.
“Padahal cuma beberapa orang saja (pemilik rekening mencurigakan), bukan institusi Polri secara keseluruhan,” katanya.
Menurut Marwoto, pihaknya sedang menyelidiki siapa yang membocorkan laporan hasil analisis PPATK mengenai rekening sejumlah petinggi Polri itu.
“Pak Kapolri sudah bilang, cari siapa yang bocorkan itu. Kok berani sekali instansi saya diobok-obok,” ujar Marwoto.
Terkait pemberitaan itu, Polri, tambah Marwoto, telah melayangkan surat teguran ke majalah Tempo, selain juga menyampaikan surat pengaduan ke Dewan Pers.
“Kami tidak senang. Tidak ada polisi yang tarik-tarik babi,” katanya merujuk pada gambar sampul majalah Tempo edisi pekan ini.
Marwoto mengatakan, ini bukan kali pertama Mabes Polri terusik oleh pemberitaan majalah Tempo. Karena itu, dalam kasus terakhir, Polri tidak menggunakan hak jawab.
“Ini sudah dua kali, yang pertama soal berita Kapolri Ada Main-main di Pusaran Mafia Tambang Batubara. Itu juga sudah kami buat surat teguran,” kata Marwoto.
Zainuri menilai, gambar polisi menggiring celengan babi, sebagaimana dimuat dalam sampul majalah Tempo edisi tersebut jelas tidak etis. Menurut dia, Tempo cenderung emosional dan tak menunjukkan kedewasaan pikiran.
Karena itu, Polri mengajukan protes. Bahkan, Polri juga sedang mengkaji rencana menggugat secara pidana dan perdata terhadap majalah Tempo. Gugatan pidana itu terkait pasal penghinaan. Sementara gugatan perdata terkait pencemaran nama baik organisasi Polri. [sk/hidayatullah.com]