Hidayatullah.com– Mendiknas Mohammad Nuh bertekad mereformasi sistem perbukuan di Indonesia, karena itu IKAPI sebagai mitra Kementerian Pendidikan Nasional diminta memetakan dengan baik sistem perbukuan itu
“Reformasi dilakukan mulai dari sistem bahan baku, sumber daya intelektual, teknologi hingga distribusinya harus ditata ulang,” katanya saat membuka Kongres Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) ke-17 di Bidakara Hotel Jakarta, Rabu (24/11).
Mendiknas mengharapkan Kongres dapat menghasilkan rumusan yang baik dan jelas sehingga bisa membantu pemerintah yang sedang melakukan reformasi dalam sistim perbukuan di Indonesia.
Dia menekankan bahwa perbukuan bukan menjadi bagian dari kegiatan bisnis kelompok tertentu, tetapi semua orang dapat ambil bagian dari usaha bisnis maupun usaha mencerdaskan anak bangsa.
Jika dalam sistem bisnis perbukuan ada faktor ketidakadilan, maka buku yang bagus tidak akan menjadi oksigen dalam volume yang besar. “Mari kita tata ranah bisnis karena kita tidak ingin oksigen itu dimonopoli oleh perusahaan tertentu,” ujarnya.
Menteri menangkap adanya keruwetan dalam sistem perbukuan. Jika diurut dari sumber ilmunya atau si pemikir yang menulis buku hingga ke ujungnya, yaitu di tangan pembaca, mata rantai perbukuan sangat panjang.
Menurut dia, sumbatan ada di mana-mana dan salah satu keruwetan yang dihadapi dalam dunia perbukuan adalah menyangkut kebijakan yang tidak ada hubungannya langsung dengan dunia buku. Namun kebijakan ini jelas sangat berpengaruh dalam pengadaan buku, seperti kebijakan dalam pengadaan bahan baku kertas.
Untuk hal ini, menurut Menteri, sebagai pengguna bahan baku yang mutlak, dalam hal ini kertas, salah satu pilihan adalah dengan menggunakan pendekatan-pendekatan atau affirmative dengan pihak terkait lainnya.
Selain itu, yang termasuk ruwet adalah menyangkut sumber atau intelectual resources yang akan melahirkan karya atau buku. Intelectual resources ini haruslah dibina. Begitu juga dengan teknologi dan ranah bisnisnya.
Jadi, jelas bahwa buku adalah domain publik sehingga siapa saja bisa memproduksinya. Apalagi buku tidak lagi sebagai suplemen, tetapi sudah merupakan kebutuhan untuk hidup dalam masyarakat sehingga harus diberikan kemudahan-kemudahan untuk mendapatkannya.
Sementara itu karena urusan perbukuan adalah urusan lintassektoral dan banyak pemangku kepentingan terlibat, maka semua pihak harus peduli.
Mendiknas berharap usai Kongres dan menetapkan Ketua Umum Baru, maka pengurus IKAPI memberikan hasil rumusan dari Kongres ke-17 ini untuk dijadikan masukan dalam membuat kebijakan dan dalam melakukan reformasi sistem perbukuan di Indonesia
Ketua Umum IKAPI Setia Dharma Madjid menyarankan agar buku diberikan gratis kepada siswa, setelah pemerintah membelinya. Kebijakan buku pelajaran dapat dihitung antara APBN dan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota. “Satu anak satu buku,” katanya.
Dharma menyebutkan, saat ini terdapat 50 juta siswa dan jika dalam satu tahun kebutuhan belanja buku per siswa Rp 300 ribu, maka dibutuhkan dana Rp 15 triliun untuk buku pelajaran yang berlaku selama lima tahun.
Setia Dharma mengatakan, dana buku untuk mencerdaskan anak bangsa itu tidak besar sehingga guru-guru tidak usah menagih ke orang tua untuk membeli buku. Kalau buku masih diperdagangkan di sekolah akan timbul hal-hal negatif. [BI/hidayatullah.com]