Hidayatullah.com–Anggota DPRK Aceh Barat minta agar sebutan \”Tauhid Tasawuf\” untuk Kota Meulaboh dievaluasi mengingat masih banyak pelanggaran syariat Islam, khususnya pelanggaran asusila yang dilakukan sejumlah pejabat, sehingga menjadi contoh yang tidak baik bagi masyarakat.
\”Selama ini label kota Tauhid Tasawuf hanya simbol belaka yang berisi tong kosong, kami minta Bupati mengevaluasinya,\” kata Ketua Fraksi Bersama Ramli pada rapat Paripurna pendapat akhir fraksi terhadap Rancangan Qanun Aceh Barat 2010, Jumat (24/12) sore..
Ia menyatakan, adanya pendangkalan akidah yang hanya terjadi di Aceh Barat, ditemukannya sejumlah pejabat selingkuh dengan wanita yang memiliki suami, korupsi yang terus dipraktikkan oleh sejumlah pejabat, bertolak belakang dengan sebutan Tauhid Tasawuf.
Selain itu, lanjutnya, kebijakan pemerintah daerah belum juga menyentuh secara umum terhadap penegakan syariat Islam, melainkan selama ini hanya tertumpu pada satu bidang, yakni penggunaan rok atau larangan menggunakan celana ketat sejenis jins bagi wanita, karenanya politisi PAN ini kembali meminta sebutan Tauhid Tasawuf dievaluasi.
\”Bayangkan dari informasi media massa, Aceh Barat ranking tiga teratas terkait jumlah wanita tuna susila, selain itu banyak masjid dalam kondisi rawan ambruk akibat abrasi sungai, namun tidak tersentuh, padahal sudah dialokasikan anggaran darurat,\” kata Ramli.
Sebaiknya, kata dia, kualitas kinerja SKPD, khususnya yang berkaitan dengan hajat hidup masyarakat, terlebih dulu dikedepankan, seperti halnya Dinas Sosial dan Polisi Wilayatul Hisbah (WH) mengarahkan wanita yang terjerumus jadi PSK dengan memberikan bekal pengetahuan dan pekerjaan.
Selain itu, abdi masyarakat (PNS) yang menduduki kursi pimpinan terlebih dulu dipastikan tidak hanya memiliki kualitas di bidangnya, melainkan kecakapan dalam prilaku dan akidah, sehingga dapat menjadi contoh bagi masyarakat dalam kaitannya menegakkan syariat Islam.
\”Ini yang ada malah pejabat yang memberi contoh tidak baik, WH itu jangan hanya operasi rok saja, perlu juga operasi di tempat penginapan,\” tegasnya.
Sementara itu, Bupati Aceh Barat Ramli MS, tidak memberikan tanggapan. Adapun seluruh fraksi menerima Rancangan Qanun Aceh Barat 2010, di antaranya tentang pembentukan struktur SKPD, dengan berbagai catatan. [was/ant/hidayatullah.com]