Hidayatullah.com–Meski masih melakukan operasi militer di beberapa negara Islam seperti Irak dan Afganistan, Amerika Serikat tetap berupaya menjalin kerjasama dengan dunia Islam. Untuk pertama kalinya, Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta mengadakan acara sosialiasi bertajuk “Muslims in America” dengan mengundang perwakilan dari sekolah-sekolah Islam dan media-media Islam, di Jakarta, Kamis (10/11) pagi.
“Karena itu hanya media Islam saja yang kami undang, media sekulernya enggak,” kata Indar Juniardi, seorang staf senior bidang kehumasan Kedubes AS. Walau tidak mengundang media sekuler, namun seorang tokoh sekuler-liberal, Ulil Abshar Abdalla turut hadir, meski tidak turut berbicara.
Acara interaktif via fasilitas teleconference itu menghadirkan Utusan Khusus Amerika untuk Masyarakat Muslim, Farah Pandith, dan Imam Islamic Cultural Center of New York, Ustadz Syamsi Ali. Pandtih mengaku acara tersebut berarti penting baginya yang mempunyai tugas membangun kemitraan dengan dunia Islam.
“Dengan acara ini juga, saya bisa mendengar suara dari kalangan akar rumput,” kata Pandith yang kelahiran Srinagar, Kashmir yang terjajah India ini.
Sementara itu, Syamsi Ali mengatakan, Islam bukanlah hal yang baru di Amerika dan sudah ada sebelum tahun 1800-an.
Kata Syamsi, Islam di AS sangat beragam dari segi ras dan pemahaman atau madzhab. Dia menambahkan, meski aksi islamopobia meningkat tiga kali lipat pasca peristiwa 9 September, namun jumlah Muslim dari kalangan non-imigran malah meningkat.
Pandith dan Syamsi juga mengatakan, Muslim AS juga menjalin kerjasama dengan organisasi agama lain dalam kampanye melawan kebencian, seperti Islamopobia dan anti-Semitisme.
Mengingat kuatnya usaha Amerika dalam menyebarkan demokrasi ke seluruh dunia, termasuk ke dunia Islam, hidayatullah.com bertanya kepada Pandith tentang sikap AS terhadap pihak-pihak yang menolak demokrasi. Dan apa yang akan AS lakukan jika sewaktu-waktu, Indonesia menjadi negara Islam dan menerapkan syariah sebagai konstitusi negara.
Pandith mengaku tidak berkompeten untuk menjawab hal tersebut yang merupakan masalah kebijakan politik global AS. Namun dia menegaskan, AS tetap komitmen mendukung nilai-nilai universal, seperti kebebasan berpendapat dan kebebasan berorganisasi.
Wakil Atase Pers Kedubes AS, Corina R.Sanders mengatakan, peran AS adalah mendukung Indonesia menjadi lebih baik. AS tidak masalah Jika Indonesia menerapkan syariah.
“Tapi tergantung pada bagaimana Indonesia mendefinisikan syariah dan bagaimana perlakuan terhadap minoritas nantinya?” katanya.
Sekretaris II bidang politik Kedubes AS, Hillary C. Dauer mengatakan, dirinya pernah berkunjung ke Bulukumba di Sulawesi Selatan yang menerapkan Perda Syariah. “Saya melihat itu baik-baik saja. Syariah Islam versi Indonesia berbeda dengan Saudi Arabia,” katanya.*