Hidayatullah.com–Di stopnya kran film impor, seharusnya perfilman nasional bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dengan tayangan berbobot dan penuh nilai edukasi. Namun nyatanya industri perfilman nasional masih didominasi film-film dengan genre porno dan bertema horor.
Film ini digemari kaum muda karena lebih banyak tampilan pornografi dan pornoaksinya. Judul film horor hanyalah sekedar menghindar tudingan film porno, namun sejatinya lebih banyak adegan porno dengan mengeksploitasi perempuan sebagai daya tarik penonton.
Hal tersebut mengemuka dalam orasi yang dilakukan muslimah KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Daerah Bandung, di depan Kantor Gubernur dan Gedung DPRD Jabar, Jl Diponegoro Bandung, Kamis (31/3).
Aksi tersebut untuk memperingati Hari Perfilman Nasional, berupa aksi damai menyoroti belum sepenuhnya diterapkan UU Pornoaksi secara maksimal dalam industri film nasional. Hal tersebut ditandai dengan masih muncul dan beredarnya film yang banyak adegan porno.
Koordinator aksi, Siska Lis Sulistiani, mengatakan, isi film tersebut sudah tercermin dalam poster-poster promonya. Poster tersebut banyak menampilkan gambar perempuan dengan busana minim.
“Harusnya gambar-gambar tersebut sudah terjerat UU Pornoaksi dan Pornografi. Namun nyatanya seperti tidak tersentuh hukum,” kritiknya.
KAMMI menilai, peran Lembaga Sensor Film (LSF) masih jauh dari harapan masyarakat dan tidak berfungsi sesuai dengan tujuan dibentuknya. Hal tersebut ditunjukan dengan masih lolosnya film-film yang sekedar mengeksploitasi tubuh perempuan dan mencari keuntungan materi semata. Meski diakui masih ada juga film-film yang bernuansa religi, tema kepahlawanan, atau kritik sosial, namun hal itu masih sangat minim.
Harusnya, harap Siska, insan perfilman juga menggarap film dengan tema ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga industri film nasional mampu mendorong dunia pendidikan di Indonesia.
“KAMMI sendiri berharap para aktris juga mau memilih peran yang tidak sekedar menampilkan kecantikan tubuhnya dengan berpakaian minim. Namun hendaknya berbusana yang sopan dan tidak menampilkan auratnya. Meski belum mampu berbusana muslimah, setidaknya berbusana sesuai adat ketimuran,” pintanya.
Selain aksi orasi, KAMMI juga berencana menggelar aksi sweeping ke beberapa bioskop yang masih memasang poster seronok maupun memutar film yang mengandung unsur pornoaksi dan pornografi. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan semakin beredarnya film-film yang tidak mendidik.
Usai menggelar aksi di depan Gedung Sate, puluhan muslimah KAMMI melanjutkan aksi longmarch dengan menyusuri jalan-jalan protokol Kota Bandung yang menjadi simbol keramaian dan pusat hiburan, seperti jalan Merdeka. Di depan sebuah pusat perbelanjaan yang dipenuhi ribuan orang, mereka melanjutkan orasinya.
Dalam orasinya mereka mengajak generasi muda, khususnya remaja putri untuk tidak tergiur dan tergoda menjadi bintang film yang hanya mengandalkan kecantikan wajah. Mereka juga membentang beberapa poster yang berisi ajakan untuk menolak segala bentuk eksploitasi terhadap perempuan, seperti,”Wanita Cerdas Tidak Mau Dieksploitasi” dan “Tolak Film yang Berbau Pornoaksi”.*