Hidayatullah.com–Komisioner Komisi Nasional Hak Azasi Manusia, Saharuddin Daming mengutuk keras operasi Detasemen Khusus Antiteror Polri di Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (14/5,) yang menewaskan dua tersangka teroris dan satu warga.
“Harus dikecam sekeras-kerasnya karena selain menghabisi para tersangka, yaitu Sigid dan Hendro dengan cara yang tidak manusiawi, juga menewaskan seorang pedagang,” kata Daming dalam rilisnya yang diterima hidayatullah.com.
Daming sudah berulang kali menyampaikan sikapnya agar Densus 88 yang selalu merujuk UU Nomor 15/2003 harus segera ditinjau ulang karena bentuk penanganan terorisme cenderung disusupi sentimen dan kebencian terhadap kelompok agama tertentu.
Selain itu, kata Daming, selama ini pola penanganan yang dilakukan Densus pun hanya menggunakan pendekatan tunggal, yaitu represif. Hasil pemantauan Komnas HAM terhadap penanganan terorisme oleh Densus 88 menemukan indikasi awal tentang dugaan pelanggaran HAM serius antara lain: intimidasi, penganiayaan berat, perusakan harta benda, perampasan kemerdekaan, penghilangan akses bertemu keluarga dan advokat, penangkapan, penahanan, dan penuntutan hukum yang tidak adil, dan sewenang-sewenang hingga penghukuman oleh proses pengadilan yang tidak obyektif, dan tidak independen.
“Semua ini merupakan pelanggaran terhadap Deklarasi Universal HAM, Covenan Hak sipil dan politik yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan UU No 12/2005, konvensi tentang antipenyiksaan dan penghukuman sewenang-wenang, sebagaimana telah diratifikasi oleh UU No 5/1998, UU No 39/1999 tentang HAM dan peraturan Kapolri No 8/2009,” papar Daming.
Daming selama ini juga tidak mempercayai klaim Densus 88 yang dalam operasinya menemukan senjata api atau bahan peledak dalam diri atau tempat tinggal para tersangka. “Saya pikir ini hanya alibi yang sengaja diciptakan menjadi alat legitimasi bagi Densus 88 untuk membela diri atas aksi penembakan kepada para tersangka yang berujung pada kematian,” kata Daming.
Padahal, jelas Daming, semua itu lebih merupakan cerminan dari tidak profesionalnya Densus 88 dalam menangani terorisme akibat temperamental pimpinannya yang sudah kehilangan rasa kemanusiaan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 menyebut Indonesia sebagai Negara hukum sehingga tidak boleh ada proses penegakan hukum, tetapi melanggar hukum,” jelasnya.
Karena, menurut Daming, penanggulangan terorisme tidak mungkin selesai hanya dengan pendekatan represif. Sudah saatnya pemerintah mengambil peran strategi yang lebih persuasif, dalam hal ini perlu ada ruang dialog menuju perdamaian, didahului dengan amnesti dan abolisi oleh presiden kepada semua kelompok teroris sebagaimana yang dulu pernah dilakukan kepada GAM.*