Hidayatullah.com—Wanita tak harus selalu diidentikkan dengan urusan kasur atau dapur. Di sisi lain, tidak juga harus bebas, sebagaimana cara orang Barat. Pernyataan ini disampaikan mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan yang juga Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), Dr. Hj Tutty Alawiyah.
“Perempuan itu tidak harus selalu identik dengan sumur, dapur dan kasur”, begitu jawab mubalighah asal Betawi ini saat ditanya tentang peran perempuan di kediamannya di Jati Asih, Bekasi, belum lama ini.
Wanita yang sudah berusia 69 tahun dan mempunyai 5 orang anak ini dalam kesehariannya memang selalu ingin memberikan yang terbaik kepada siapapun dan selalu bersemangat untuk suatu perubahan, termasuk di saat ia mendedikasikan dirinya untuk Muslimah Indonesia dengan mendirikan Badan Kontak Majelis Ta’lim atau yang lebih dikenal dengan BKMT, pada tanggal 1 Januari 1980.
Menurutnya, meski di dalam al-Qur’an dan Hadits antara laki-laki dan perempuan mempunyai peran yang sama dan perempuan merupakan mitra laki-laki, ia tetap berharap perempuan bisa membagi dan mengatur waktunya antara karir dengan rumah tangga, karena perempuan mempunyai tanggung jawab yang sama besar dalam hal mendidik anak-anaknya, hal ini bertujuan agar anak-anaknya tidak menjadi generasi-generasi yang zuriyah (lemah), sebagaimana yang digambarkan oleh Allah dalam surat An-Nisa ayat 9.
“Jangan karena kita punya penghasilan lebih besar dari suami lalu kita mau kuasai rumah tangga, jangan sampai deh, nanti Allah murka sama kita, karena syarat perempuan masuk surga itu kan taat pada suami,” ujarnya pada hidayatullah.com.
Dia memberi contoh, saat seorang ibu sibuk dengan karirnya, ia juga harus meluangkan waktunya khusus untuk anak dan suami, sesekali mereka diajak keluar makan malam ataupun diajak untuk shalat berjama’ah.
“Jangan karena kita ingin mengejar sesuatu lalu kita meninggalkan yang lainnya, jadi istri harus bisa mengkombinasikan.”
Ia juga mengutip ucapan Nabi yang pernah mengatakan, apabila Allah mengkehendaki suatu keluarga tersebut bahagia, maka Allah akan menjadikan keluarga tersebut menjadi faham agama, suami dan istri saling menghormati, harmonis (tahu fungsinya masing-masing), hemat dalam perbelanjaan dan antara suami dan istri tahu kekurangan diri sendiri.
Ia juga berharap para suami memberi kesempatan pada para istri untuk berperan di masyarakat.
“Jadi untuk bapak-bapak, berikanlah peluang pada perempuan-perempuan kita, untuk berpendidikan, untuk berprestasi,” tutupnya.*/sarah