Hidayatullah.com—Rombongan konvoi terakhir tentara Amerika Serikat (AS) keluar dari Iraq dan memasuki Kuwait semalam menandakan berakhirnya penjajahannya di negara Teluk itu hampir sembilan tahun atas alasan Presiden Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal (WMD) selain membantu pemimpin al-Qaidah, Usamah bin Ladin, sesuatu yang kemudian terbukti tidak benar.
Sebanyak 110 kendaraan membawa 500 pasukan Amerika dari Brigade ke-3, Devisi Kaveleri 1 melintasi perbatasan pada 7.38 pagi waktu setempat, meninggalkan hampir 200 pasukan yang mengawal kedutaannya di Baghdad.
Rombongan konvoi terakhir pasukan Amerika meninggalkan Iraq, pada Ahad (18/12/2011) kemarin. Mereka mengakhiri perang yang berlangsung selama hampir sembilan tahun dan menewaskan hampir 4.500 orang Amerika.
Konvoi ini terdiri dari 110 kendaraan militer yang membawa 500 tentara AS. Mereka melintasi jalan utama di gurun yang menghubungkan Iraq dengan Kuwait. Dari Kuwait, mereka akan diterbangkan ke tanah airnya.
Ketika truk antiranjau MRAP (Mine Resistant Ambush Protected) terakhir memasuki wilayah Kuwait, gerbang perbatasan itu ditutup. Tentara Kuwait yang bertugas di perbatasan dan tentara AS kemudian berjabat tangan dan berfoto bersama.
AS mengakhiri misi tempurnya di Iraq pada 2010 dan secara bertahap menyerahkan peran keamanan ke tangan Iraq. Kini hanya tinggal 157 tentara AS yang berada di Iraq. Mereka bertugas melatih di Kedutaan Besar AS di Baghdad. Juga sejumlah anggota marinir dengan tugas melindungi misi diplomatik.
Bagi Presiden Barack Obama, penarikan pasukan dari Irak merupakan pemenuhan janji kampanyenya, yakni membawa pulang tentara dari wilayah konflik yang merupakan warisan pendahulunya, George W Bush.
Upacara penurunan bendara AS yang menandai akhir perang itu dilakukan di pangkalan militer AS di Baghdad barat pada Kamis (15/12/2011). Pejabat AS yang hadir adalah Menteri Pertahanan AS Leon Panetta.
Sementara itu Perdana Menteri Iraq, Nuri al-Maliki menyatakan aparat keamanan Irak sudah siap untuk melindungi negara itu setelah militer AS pergi.
Para pengamat berpendapat, militer dan kepolisian Iraq yang memiliki personel sekitar 900.000 orang mungkin mampu menjaga keamanan dalam negeri. Namun kemampuan mereka untuk mempertahankan perbatasan, wilayah udara, serta maritim diragukan.
Kehadiran pasukan Amerika setidaknya melahirkan rasa pahit ratusan ribu penduduk. Selain telah menyebabkan 4.500 pasukan Amerika tewas, juga menyebabkan 1.75 juta warga Iraq telah kehilangan tempat tinggal.
“Rasanya sangat menyenangkan, dan baik” untuk keluar dari Iraq, ujar Sersan Duane Austin dikutip AFP setelah keluar dari mobilnya di Kuwait.
“Ini merupakan tahun yang cukup panjang – sudah waktunya untuk pulang sekarang.”
Kepergian pasukan Amerika rupanya juga disambut gembira warga setempat.
Seorang ibu empat anak, Ummu Mohammad, mengatakan, “Kami tidak dapat memaafkan sama sekali Amerika atas apa yang mereka lakukan ke atas kami.”
Baghdad yang kini telah dikuasai pemimpin Syiah dan Washington telah menandatangani perjanjian pada 2008 bahwa pengunduran tentara akan berakhir tahun ini.
Tahun lalu, Amerika mengisytiharkan tamatnya operasi ketentaraan, tetapi mengekalkan 50,000 pasukannya di Iraq.
Pascapenarikan pasukan AS, ada kekhawatiran bakal memburuknya konflik antarpartai politik demi memperjuangkan agenda masing-masing.
Saat ini, Maliki sendiri memimpin pemerintah yang didominasi kelompok Syiah, sementara mantan PM Ayad Allawi adalah warga Syiah pro-Sunni dan merupakan pesaing berat Maliki, sudah memiliki kubu oposisi yang cukup kuat.*