Hidayatullah.com — Kunci tegaknya peradaban dan nilai nilai Islam adalah dengan membangun etos keilmuan, saintifik, dan terjaganya izzah (kebanggaan) kaum Muslim terhadap Islam sebagai peradaban unggul. Selain itu, umat Islam harus menghilangkan pesimisme sebab inilah yang membuat peradaban Islam terpuruk.
Demikian kesimpulan acara Seminar Peradaban yang digelar lembaga Institute For Islamic Civilization Studies and Development (Inisiasi) bertema, “Menegakkan Peradaban Islam” yang berlangsung di Auditorium Universitas Al Azhar Indonesia, Kebayoran Baru, Jakarta (28/1/2012).
Pembicara Dosen sosiologi politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Burhanuddin Muhtadi, mengemukakan istilah peradaban sendiri mengandung banyak persepsi. Peradaban bisa berarti “madinah” yang dekat maknanya dengan wilayah, kemudian sering disebut negara madani atau civil society. Dalam sejarahnya sendiri, Islam bisa pernah memberi kontribusi yang luar biasa terhadap peradaban yang di mana saat itu Muslim sebenarnya minor secara kuantitas.
Namun saat ini, kata Muhtadi, dalam konteks Indonesia saja, mengutip sebuah indeks penelitian yang belum lama dirilis, kontribusi Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan hanya 0,0017 persen.
“Karena bisa jadi biaya pendidikan dan penelitian yang 24 persen mungkin dikorupsi juga,” katanya berseloroh.
Senada dengan itu, Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) Ir. Isran Noor, menilai revitalisasi peradaban dan budaya Islam bukan tidak mungkin akan menjadikan Islam sebagai peradaban yang disegani karena memiliki nilai Qur’ani.
Sehingga kata Isran Noor, peradaban Islam harus bisa menghilangkan momok Islam sebagai teroris dan radikal sebaimana yang selama ini kerap dikampanyekan media phobi Islam. “Ini pekerjaan berat. Islam sering diidentikkan sebagai momok yang menakutkan karena disampaikan secara parsial,” kata Isran.
Sementara Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Irman Gusman, menilai pasca tragedi 11 September runtuhnya gedung kembar WTC di Amerika, secara tidak langsung hal itu mempengaruhi banyak orang khususnya di Barat, dan itu menciptakan rasa penasaran yang dalam kepala mereka untuk mempelajari apa itu Islam sesungguhnya.
Salah satu hikmah dari peristiwa tersebut, lanjut dia, adalah tidak sedikit dari orang-orang yang sebelumnya terlanjur punya pandangan buruk terhadap Islam, akhirnya dapat memahami Islam sesungguhnya yang ternyata sangat berbeda dengan Islam yang mereka ketahui dari pemberitaan media di Barat.
Peneliti INSISTS DR. Adian Husaini yang berbicara di sesi kedua, mengimbuhkan bahwa peradaban Islam tak akan bisa tegak tanpa izzah atau kebanggaan umat Islam sendiri terhadap ideologinya. Ulama-ulama terdahulu bisa tampil sangat memukau dengan tradisi intelektual yang mumpuni karena kuatnya izzah mereka dalam berislam.
Selain itu, Adian juga mengaku khawatir tumbuhnya cekcok antar pergerakan Islam sendiri akan merongrong upaya penegakan peradaban Islam.
Sepunggungan dengan Adian, Ustadz Yusuf Mansur lebih menitikberatkan persoalan penegakan peradaban Islam kepada hal yang paling terdekat dengan kehidupan umat Muslim sendiri, seperti sholat berjama’ah dan akhlak dengan sesama kaum Muslimin. Sementara Direktur INISIASI-Hidayatullah Suharsono berpesan pentingnya konsistensi menegakkan nilai nilai Islam ini.*