Hidayatullah.com—Indonesia ternyata tidak hanya sekadar terjerat dengan perekonomian liberal, tetapi juga telah mulai dimasuki unsur asing dalam bidang keamanan. Untuk pengamanan Freeport di Papua, saat ini terdapat eks marinir dari Amerika Serikat
Keberadaan eks marinir AS di lingkungan Freeport itu diakui Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik B Soetjipto saat rapat kerja dengan Tim Pengawas Otonomi Khusus Papua-Aceh di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/2/2012).
Menurut Rozik, pihaknya menggunakan jasa dua konsultan pengamanan yang berbadan hukum Indonesia.
“Mereka (konsultan keamanan) memang menggunakan tenaga asing. Itu yang mungkin dimaksudkan eks marinir. Kegiatan utama mereka pengamanan logistik, konvoi membawa bekal dari dataran rendah ke tinggi,” ujar Rozik.
Anggota Timwas pun marah dengan pengakuan Rozik dan mengkritik Presiden Direktur PT Freeport Indonesia terkait penggunaan jasa purnawirawan marinir Amerika Serikat untuk pengamanan penambangan PT Freeport di Papua.
Pimpinan Timwas Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso melontarkan pertanyaan, “Apakah tidak ada pendekar dari putra Papua atau mantan TNI/Polri,” tanya Priyo.
Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Ida Fauziah menilai pernyataan Rozik mengentengkan permasalahan, meskipun konsultan keamanan itu berbadan hukum Indonesia. Padahal berisi orang-orang asing.
Sementara anggota Timwas lain dari Fraksi Partai Golkar Yoris Rameway dan Fraksi Partai Hanura Ali Kastela mengatakan, seharusnya Freeport lebih mengutamakan warga Indonesia dalam penanganan keamanan. “Masa mesti pakai orang Amerika? Bapak enggak percaya orang Indonesia? Stop itu, ikut aturan di sini,” kata dia, dimuat Okezone.
Hadir dalam rapat tersebut, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Laksamana Agus Suhartono, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sjamsoedin, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, dan Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary.*
Keterangan foto: Penempatan pasukan Marinir AS di Darwin, Australia, juga menimbulkan persoalan bagi Indonesia.