Hidayatullah.com– Problemantika naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia melupakan polemik yang terus menghantui masyarakat. PP Muhammadiyah salah satu ormas Islam besar di Indonesia menunjukkan perannya untuk menyoroti masalah ini secara serius.
Untuk mengkaji secara serius permasalahan ini, hari Jum’at (20/04/2012) Muhammadiyah mengadakan diskusi publik dengan tema “Bersama Mahkamah Institusi Kita Tegakkan Kedaulatan Negara”. Acara berlangsung di kantor Pusat Muhammadiyah Jalan Menteng Jakarta Pusat.
Diskusi menghadirkan narasumber KH. Hazim Muzadi mantan Ketua PB Nahdlatul Ulama (NU), Prof. Dr Sri Edi Swasono dan Dr Elli Ruslina, kegiatan ini menyoroti integritas dari keberadaan Pasal 33 Undang Undang Dasar (UUD) 1945.
Menurut Ketua PP Muhammadiyah, Dr Din Syamsuddin, fakta mengatakan begitu banyak Undang Undang (UU) di negeri ini yang melanggar UUD 45. Salah satunya adalah UU Migas No. 22 Tahun 2001. Din menjelaskan bahwa keberadaan UU Migas ini sangat tidak menguntungkan rakyat dan hanya menguntungkan pihak asing bahkan merendahkan integritas dari kedaulatan konstitusi bangsa.
“UU ini sudah pernah digugat oleh kita pada tahun 2003. Namun semua perusahaan minyak asing di Indonesia mengadakan konferensi pers dan mengancam jika UU ini dibatalkan maka mereka akan menggugat pemerintah Indonesia di mahkamah Internasional,” jelasnya dalam kata pengantarnya.
Sementara itu, dalam uraiannya, Prof. Dr Sri Edi Swasono menjelaskan ada kebohongan yang disebarkan ke publik mengenai keberadaan UU Migas.
Menurut salah satu guru besar Universitas Indonesia ini, keberadaan UU ini harus digugurkan demi kedaulatan hukum di Indonesia. Menurut beliau konsideran UU Migas mengatakan bahwa telah terjadi perubahan pada UUD 45 pasal 33, padahal perubahan itu tidak pernah ada. Dari sinilah kepalsuan konsideran UU Migas ini telah mencederai hukum di Indonesia.
“Berarti ini ada pertimbangan yang tidak konsisten dan ini pertimbangan palsu. Kalau dalam konsideran UU itu palsu, maka otomatis UU itu batal,” jelas mantan anggota badan pekerja MPR ini.
Edi Swasono mengakui bahwa ada rencana terpendam yang tersistem di negara ini untuk merubah UUD 45 menjadi UU yang bersifat Neo Liberal. Dengan gamblang Edi Swasono menjelaskan bahwa arah dari amandemen UU di Indonesia ini mengarahkan untuk membuka intervensi asing terhadapa kebijakan kebijakan kerakyatan di Indonesia.
Senada dengan Edi Swasono. DR Elli Ruslina menjelaskan mengapa BUMN penting di Indonesia seperti Indosat sampai Krakatau Steel di jual, ini semua karena UU negara ini memberikan peluang privatisasi hingga ke angka 90%. Bahkan selain UU Migas, UU perbankan Indonesia sendiri telah mengalami intervensi asing.
“UU perbankan no.10 tahun 98 merupakan perubahan UU No7 tahun 92. Di situ ada klausul yang memberikan kesempatan bahwa saham boleh dimiliki oleh asing sampai 100%” jelas penulis desertasi ‘Pasal 33 Sebagai Dasar Perekonomian Indonesia; Telah Terjadi Penyimpangan Terhadap Mandat Konstitusi’ yang diluluskan oleh 7 guru besar UI dan 1 satu guru besar Universitas Padjajaran (Unpad).”
Sementara itu, KH. Hasyim Muzadi menegaskan bahwa masalah ini bukan masalah hukum biasa. Tapi kepentingan kedaulatan konstitusi ini berhadapan dengan kekuatan asing dan kekuatan dalam negeri yang selalu memihak kepada kepentingan asing. Karena itu menurut Hasyim sangat perlu untuk ‘menggedor’ DPR untuk kembali mengingat kepentingan rakyatnya.
“Yang digedor jangan pintunya, tapi yang digedor adalah mindset daripara legislator kita. Kita juga harus selalu mengatakan kepada rakyat bahwa ada UU yang dengan sengaja dan secara kolektif menjual negeri Indonesia,” jelas pengasuh PP Al Hikam ini.
Senada dengan Sri Edi, Dr Elli Ruslina menjelaskan mengapa BUMN penting di Indonesia seperti Indosat sampai Krakatau Steel i jual, ini semua karena UU negara ini memberikan peluang privatisasi hingga ke angka 90%. Bahkan selain UU Migas, UU perbankan Indonesia sendiri telah mengalami intervensi asing.
Kegiatan yang juga di hadiri mantan politisi Dr Sri Bintang Pamungkas, Harris Abu Ulya (DPP Hizbut Tahrir Indonesia) dan perwakilan lintas agama ini sepakat akan melanjutkan perjuangan untuk membatalkan semua UU yang bertentangan dengan UUD 45 dan menolak intervensi asing dalam kebijakan kedaulatan NKRI, terutama intervensi dari nilai nilai neo liberalism ke dalam jati diri bangsa ini.*