Hidayatullah.com–Kaum muda dan mahasiswa harus terlibat dalam pembangunan bangsa menuju Indonesia yang sejahtera. Indonesia tak butuh banyak sarjana, tapi butuh sarjana yang juga dapat berkompetisi membangun kedaulatan nasional.
Demikian disampaikan Walikota Depok, Nurmahmudi Ismail, dalam sambutannya saat membuka acara seminar nasional bertajuk “Membangun Indonesia Sejahtera” digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Hidayatullah (STIE-HIDA) di Komplek Kampus Pondok Pesantren Hidayatullah, Kota Depok, Jawa Barat, Sabtu (09/06/2012).
Walikota mengimbuhkan, sejahtera dapat dijabarkan dalam 2 pengertian, yaitu bermakna sejahtera fisik dan sejahtera psikis. Membangun Indonesia sejahtera berarti harus masuk ke dalam dua lingkup penting tersebut.
“Sejahtera secara fisik berarti sejahtera dalam sandang, pangan, dan papan. Sementara sejahtera dalam arti psikis adalah adanya siklus kehidupan masyarakat yang menghargai kejujuran, keamananan, ketertiban, kedamaian, dan toleransi,” katanya di hadapan puluhan hadirin.
Tak ada cara lain membangun Indonesia sejahtera untuk meretas kemandirian bangsa, kata Nur Mahmudi, selain menegakkan sebuah sistem sosial kemasyarakatan yang berkelanjutan, yang diharapkan dapat memberikan kebaikan kepada kehidupan sosial dan keinstitusian. Menegakkan sistem sosial ini harus lahir dari sistem legislasi yang efektif, ujarnya.
“Orang-orang yang bisa melahirkan sistem operasional sosial kemasyarakatan inilah yang kita tunggu-tunggu kelahirannya sekarang,” katanya.
Ia menambahkan, program Sehari Tanpa Nasi yang digulirkan Pemerintah Kota Depok adalah dalam upaya menuju Indonesia sejahtera dengan menjaga sektor ketahananan pangan nasional.
Nurmahmudi mengakui sulit untuk mengubah budaya untuk tidak makan nasi. Namun kata dia, justru banyak orang di pedesaan dan termasuk orangtua dahulu tak makan nasi untuk sarapan. Untuk itu mereka hanya memanfaatkan banyak makanan nonberas, seperti jagung, singkong, dan ubi, dan sejenisnya.
Saat ini, jelas Walikota, ada sekitar 9,25 juta penduduk Indonesia kekurangan pangan. Sementara di sisi lain Indonesia yang mayoritas berpenduduk Muslim, adalah negara pengutang kelas satu dan pengguna terbesar barang-barang impor.
Lebih jauh ia memaparkan, lahan persawahan saat ini kian menyempit, sementera pertumbuhan penduduk terus meningkat. Hal ini menyebabkan ketersediaan pangan berupa beras akan berkurang, sedangkan permintaan akan semakin meningkat, yang berakibat kenaikan harga beras sulit dikendalikan. Sementara setiap kenaikan beras 10 persen berkontribusi pada angka inflasi 0,5%.
Namun jika berhasil, program ketahanan pangan yang digalakkannya ini diklaim akan dapat mengurangi konsumsi beras sebesar kurang lebih 26 ribu ton per tahun, yang saat ini tingkat konsumsi beras per kapita orang Indonesia per tahun mencapai 139 kg.
“Kita ingin mengubah pola makan bangsa kita agar warganya tidak kurus dan tidak juga kegendutan. Dalam sehari makan tetap tiga kali, tapi sekali saja makan nasi, sisanya makan buah dan berbagai jenis tumbuhan lainnya seperti singkong, pisang, dan lain-lain. Ini sehat,” katanya.
Selain itu, Walikota Nurmahmudi juga mengimbau civitas mahasiswa mengambil peran dalam pembangunan bangsa dalam upaya membangun Indonesia sejahtera dengan memberikan kontribusi positif terhadap persoalan. Ia mengapresiasi STIE Hidayatullah dalam perannya menyelenggarakan program pendidikan dengan memberikan beasiswa full yang mengutamakan pendidikan kemandirian mahasiswa.
Banyak atau sedikitnya mahasiswa dalam sebuah civitas akademika bukan soal. Menurut Nurmahmudi, jumlah mahasiswa yang banyak bukanlah jaminan kelak dapat berkontribusi terhadap pembangunan.
“Walaupun satu orang saja yang berhasil lulus dari STIE Hidayatullah, asalkan ikhlas dan dibekali dengan nilai-nilai keilmuan Islam yang benar, ini jauh lebih berharga ketimbang mendidik banyak mahasiswa tak mampu bersaing dalam dunia global yang ketat,” ujarnya.
Seminar ini menghadirkan pembicara Ketua KPK Abraham Samad yang diwakili Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Masagung Deswanto, Presiden Persatuan Pengusaha Muslim Indonesia Heppy Trenggono, Direktur Institute for Islamic Civilization Studies and Development Suharsono, dengan dimoderatori oleh peneliti Inisiasi Musliadi.*