Hidayatullah.com—Umat Islam harus lebih elegan dalam menghadapi makar berbagai kelompok anti Islam. Termasuk isu – isu intoleran yang dikembangkan hingga masalah pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Pernyataan ini disampaikan mantan Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi saat menerima kunjungan Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) di kantor International Conference for Islamic Scholars (ICIS) di Menteng Jakarta Pusat belum lama ini.
“Sebenarnya kita itu digunting perempatan jalan. Dari Neokom, Neolib, dari politik kekuasaan dan dari teman-teman sendiri. Juga teman-teman yang sekarang jadi JIL. Cuma JIL ini ada dua macam. Ada JIL yang memang pemikiran ada JIL yang cuma jual-beli pemikiran,” jelas Sekjen ICIS ini.
Hasyim menilai awal dari hadirnya gerakan-gerakan liberal dan pemikiran-pemikiran yang dinilainya menyimpang seperti; JIL, Ahmadiyah, Syiah hingga gerakan kristenisasi, kuncinya adalah ekonomi. Serangan mereka adalah menyerang sisi-sisi ekonomi terlebih dahulu.
“Dan jangan lupa faktor ekonomi itu mendominasi masalah. Baru pemikiran,” tambah pengasuh pondok pesantren Al-Hikam, Malang, Jawa Timur ini.
Ia juga mengatakan, lahirnya masalah liberal dan aliran sesat –yang intinya menjual aqidah—hanya untuk kepentingan perut.
Masalah ekonomi, menurutnya juga membuat reaksi dari sikap kritis terhadap ketidakadilan negara. Akhirnya isu-isu penegakan syariat Islam sebagai solusi umat-pun disampaikan dengan emosional dan reaksioner yang akhirnya menimbulkan stigmatisasi garis keras dalam masyarakat.
Padahal secara global posisi kelompok liberal dan kelompok fundamental ekstrem sengaja dibangun untuk dibenturkan oleh sebuah permainan konspirasi.
“Secara global kualitas respon kita terhadap serangan mereka (anti Islam) tidak imbang, serangan mereka itu tersistem, komprehensif, bertahap dan diperhitungkan secara matang. Sedangkan kita ini hanya marah saja reaksinya. Padahal marahnya kita ini sudah diperhitungkan oleh mereka sekalian dengan jebakannya,” jelasnya lugas.
Ketika disinggung mengenai pidatonya yang beredar luas melalui media sosial dalam meluruskan posisi umat Islam Indonesia yang dianggap intoleran oleh Barat, Hasyim menjelaskan bahwa dia harus mengeluarkan statemen tersebut karena tuntutan toleransi yang ada di Indonesia ini sudah kelewat batas dari nilai toleransi itu sendiri.
“Saya bukan tidak mengurusi toleransi itu, cuma mereka minta terlalu banyak,” jelasnya mengkritisi sikap kelompok yang sering mengatakan bahwa Islam di Indonesia ini selalu dicitrakan intoleran.
Hasyim juga menjelaskan, penggerak dibalik isu intoleran ini adalah isu dari koalisi kelompok JIL, Kristen garis keras dan pihak-pihak LSM yang suka menjual bangsa ini ke pihak asing.
Bagi Hasyim, mereka ini seperti menggunakan tangan asing untuk menikam bangsanya sendiri.
Hadir dalam silahturahim ini, Sekjen MIUMI Bachtiar Nasir, Zaytun (Wahdah Islamiyah), Fahmi Salim, Henri Shalahudin dan para staf MIUMI.*