Hidayatullah.com — Peneliti Setara Institute for Democracy and Peace (SETARA Institute), Ismail Hasani, menjawab tudingan banyak pihak terkait aksi “tiarap” lembaga swadaya kemanusiaan yang dibawahinya terhadap krisis Rohingya.
Ismail menolak jika lembaga kemanusiaan di mana dia aktif dinilai diam seribu bahasa dalam masalah Rohingya. Ia kemudian mengemukakan bahwa yang terjadi di Myanmar itu bukanlah masalah agama, tapi genosida atas etnis minoritas di wilayah itu.
“Kita tidak bisa mengukur kepedulian hanya dengan terhadap satu isu. Kami sudah keluarkan kecaman bahkan sebelum presiden menyerukan kepedulian sosial terhadap etnis Rohingya,” kata Ismail Hasani dalam perbincangan dengan hidayatullah.com, Rabu (08/08/2012).
Ismail berdalih, pernyataan lembaganya tak banyak dimuat oleh media. Ia juga mengaku, bahwa selain di Indonesia, lembaganya memang tak concern mengkaji masalah hak-hak kemanusiaan di luar negeri.
“Masing-masing lembaga sudah punya mandat sendiri-sendiri. Seperti kami, ya, hanya fokus pada permasalahan kemanusiaan di Indonesia,” ucapnya.
Ismail Hasani pun menampik keras ketika ditanya lembaganya tidak lantang bersuara karena korban Muslim etnis Rohingya tak berkoneksi langsung dengan kepentingan Barat.
“Kami tidak bekerja untuk Barat. Kami bekerja untuk kepentingan universalisme manusia,” bantahnya.
Seperti diketahui, SETARA Institute adalah lembaga swadaya masyarakat dikenal sebagai lembaga yang concern terhadap masalah-masalah hak beragama dan kemanusiaan di Indonesia.
Namun sejumlah pihak menengarai, lembaga ini dinilai kerap sumir dan juga banyak dininilai tak berimbang menyangkut Islam.
Nahi Munkar dan HAM
Sebelumnya, tahun 2012, hasil survey Setara Institute menunjukkan toleransi beragama dalam masyarakat di wilayah di Jabodetabek semakin berkurang. Hasil jajak pendapat opini publik itu memperlihatkan 49,5 persen responden tidak menyetujui adanya rumah ibadah bagi penganut agama yang berbeda dari agama yang dianutnya.
Namun hasil riset ini pernah dipertanyakan banyak kalangan. Di antaranya Direktur Lembaga Kajian Syariat Islam (LKSI) Fauzan al Anshari. Menurut Fauzan, menyimpulkan warga Jakarta dan sekitarnya menunjukkan kecenderungan intoleran dalam kehidupan beragama patut dipertanyakan. Apalagi survey itu tidak menyebut rinci variabel variabel yang dipakai untuk menyimpulkan adanya intoleransi beragama.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Selain itu, menurut Fauzan, personal nahi munkar tidak bisa dikaitkan dengan radikalisme dan HAM. “Orang beragama yang baik pasti intoleran terhadap kejahatan dan kemunkaran,” kata Fauzan kepada hidayatullah.com.
Termasuk aksi demonstrasi atau kecaman terhadap kedatangan artis porno dan protes terhadap penyelenggaraan Festival Gay di Indonesia dan berbagai aksi protes terhadap kejahatan moral lainnya, hal itu tidak bisa dikaitkan dengan intoleransi beragama.
“Kejahatan moral itu memang seharusnya dilarang,” imbuh Fauzan.