Hidayatullah.com—Banyak pemberitaan media massa di Indonesia menyangkut kasus-kasus terorisme tidak seimbang. Bahkan lebih cenderung satu sumber. Pemberitaan seperti ini selain dinilai kurang bagus dan sangat tidak sopan.
Pernyataan ini disampaikan pemerhati media dan dosen jurnalistik, Sirikit Syah.
“Kurang seimbang dan lebih banyak sumber kepolisian,” ujar Sirikit kepada hidayatullah.com, Rabu (12/09/2012) kemarin.
Wanita berjilbab yang meraih gelar MA bidang Komunikasi dari Westminster University, London ini tidak tahu, apakah media sengaja tidak menghubungi orang-orang yang dituduhkan, atau memang sumber-sumber tertuduh tidak mau, namun yang jelas, cara pelaporan berita seperti itu kurang baik dan tidak sopan.
Hal yang juga ikut merisaukan mantan Direktur Lembaga Konsumen Media (LKM) ini adalah ketidaksetujuannya terhadap label-label dan stigma “teroris”.
“Saya tidak setuju ada penyebutan yang sifatnya labelisasi, bahkan stigma “Ngruki Sarang Teroris”. Narasumber maupun media yang menciptakan dan menyebarkan istilah itu tidak bertanggungjawab, dan tidak adil,” ujarnya.
“Banyak preman Jakarta berasal dari Pulau Key, sampai tokohnya bernama John Key, berani sama polisi. Tapi media tidak pernah sebut pulau Pulau Key sebagai ‘sarang preman’,” lanjutnya.
Penulis buku “Media di Bawah kapitalisme” itu juga mengatakan, Tanah Abang juga tidak pernah disebut media sebagai ‘sarang bandar narkoba’. Namun terhadap Pondok Pesantren Terhadap Ngruki, media massa dan narasumber kepolisian sering berperilaku sewenang-wenang dan kurang sopan, ujarnya.*