Hidayatullah.com—Diperlukan sistem deteksi dini dan mengandalkan tenaga informan terlatih di berbagai komunitas dengan dungan monitoring media terfokus guna memantau perkembangan anak-anak remaja, khususnya dalam mencegak taruwan yang marak akhir-akhir ini.
Demikian salah satu topic menarik dalam diskusi di Kantor Kemensos Jum’at (29/09/2012) siang
“Sebenarnya, sebagai wujud bencana sosial, tawuran atau konflik massal itu bisa dicegah. Berbeda dengan bencana alam yang sulit diprediksi dan terjadi mendadak. Sebagaimana sering dinyatakan Menteri Sosial (Mensos) Salim Segaf, kita perlu kembangkan early warning system untuk bencana/konflik sosial,” tenaga Ahli Menteri Sosial, Sapto Waluyo sangat ikut prihatin dengan gejala tawuran yang meminta korban.
“Komunitas yang rawan karena mengalami frustasi, alienasi atau marjinalisasi, bisa dicek: apakah mereka akan melakukan tindakan agresif? Data itu lalu dicek-silang dengan percakapan yang berkembang di berbagai media, jika mengarah kemungkinan tawuran/konflik, segera dicegah,” tambah Sapto.
Dalam diskusi itu, juga dipaparkan software awesometrics untuk memonitor berita dan percakapan di media guna memantau remaja.
“Tools ini dapat membaca dan mendengarkan percakapan, misalnya, tentang tawuran. Di kalangan muda, tawuran punya istilah khusus: ‘tubir’. Pada periode 21-27 September kami monitor online media sebanyak 271 media berbahasa Indonesia, twitter lebih kurang 6 juta akun dan Facebook sekitar 40 juta akun. Ternyata ada 95.000 mentions tentang tawuran (tubir), 93% di antaranya berasal dari twitter,” ungkap Widanardi Satryatomo, Co-Founder awesometrics.
Perangkat awesometrics dikembangkan dari teknologi NLP (Natural Language Processing) yang ditemukan mahasiswa Indonesia di Belanda, Ismail Fahmi.
“Dari data tersebut, kita bisa lacak media apa yang paling aktif meliput tawuran dan ke mana tendensinya. Bisa diketahui pula, siapa saja yang terlibat dalam percakapan dan bagaimana sikapnya terhadap tawuran: mendukung (glorifying) atau menolak (rejecting). Kita juga dapat mengecek siapa yang paling berpengaruh dalam percakapan (influencers) dan idiom apa yang digunakan,” ujar Tomi yang pernah menjadi jurnalis di SCTV dan Trans TV.
Sementara itu, Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial, Prof. Syahabudin, terkesan dengan paparan awesometrics.
“Di lapangan kami punya Tenaga Pelopor Perdamaian. Jika mereka dibekali keterampilan dan informasi yang memadai tentu dapat mengidentifikasi potensi konflik (tawuran), lalu mampu mencegahnya. Selama ini mereka menggerakkan program Keserasian Sosial dengan menggalang dialog warga lintas kelompok, bahkan kami sudah merintis di Makassar untuk tenaga pelopor dari kalangan mahasiswa,” sahut Syahabuddin.
Apabila jangkauan informasi yang dipantau lebih luas, mencakup SMS, Email atau BBM, tentu indikasi yang diperoleh lebih tajam. “Karena itu, perlu koordinasi dengan Kemenkoinfo dan pihak Kepolisian agar dapat mengaksesnya. Pencegahan tawuran atau konflik memang tak bisa dilaksanakan sendirian oleh Kemendikbud atau Pemda. Harus berkolaborasi,” ujar Sapto menegaskan.*