Hidayatullah.com–Permasalahan utama mengapa aset-aset sumber daya alam (SDA) Indonesia yang banyak dikuasai pihak asing dinilai penyebabnya adalah karena kesalahan undang-undang (UU). Menurut pakar perminyakan, Dr Kurtubi, salah satu kesalahan itu terjadi dalam kasus pengelolaan Blok Mahakam sebagai sumber utama gas bumi di Indonesia.
Kesalahan itu bersumber dari peraturan pemerintah terkait minyak dan gas (Migas) itu sendiri.
Menurut Kurtubi, salah satu contohnya adalah UU Migas No 22/2001 pasal 12 adalah pasal yang melegalkan pencurian Migas oleh pihak asing. Dalam pasal itu dinyatakan bahwa kuasa pertambangan boleh diserahkan ke pihak asing. Pasal 12 ini sendiri sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Tetapi walau Pasal 12 sudah dicabut oleh MK, tetapi ada cara lain untuk menguasai migas Indonesia untuk pihak asing yaitu dengan membentuk badan yang bukan perusahaan minyak untuk mengelola yaitu BP Migas” jelas Kurtubi dalam diskusi publik dan pembacaan “Petisi Blok Mahakam untuk Rakyat” di Ruang GBHN, Nusantara V MPR, Senayan, Rabu (10/10/2012).
Menurut Kurtubi keberadaan BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi) adalah sumber utama mengapa keberadaan blok Mahakam dikuasai oleh pihak asing.
Fakta pertama adalah keberadaan BP Migas yang bukan perusahaan minyak akan selalu dijadikan alasan pemerintah untuk meneruskan kerjasama pengelolaan migas dengan dalil membutuhkan perusahaan asing sebagai partner untuk tenaga ahli.
Fakta kedua, keberadaan BP Migas sendiri tidak memiliki kontrol yang jelas atas kinerjanya dilapangan. Alhasil banyak kebijakan BP Migas banyak yang terjebak dengan cost recovery.
Kurtubi menjelaskan jika investasi perusahaan asing sebesar 5 milliar dollar untuk kerjasasama selama 30 tahun. Seharusnya BP Migas dan pemerintah tahu bahwa 5 milliar dollar itu akan balik modal selama 5 tahun ke pihak investor termasuk keuntungannya. Setelah cost recovery itu balik modal selama 5 tahun, maka dalam 25 tahun setelahnya perusahaan asing akan menikmati keuntungan dari pengelolaan SDA tanpa mampu dilarang oleh Pemerintah karena terjebak dalam kesepakatan kerja yang salah.
“Ini cara perampokan yang dilegalkan,” tegas Kurtubi lagi.
Beberapa UU Migas yang bermasalah antara lain adalah UU Migas No.22/2001 di mana kontraktor asing boleh memperpanjang kontrak untuk 20 tahun berikutnya. UU ini semakin menguntungkan asing karena dikuatkan oleh Pasal 28 Peraturan Pemerintah (PP) No.35/2004 dimana pengajuan perpanjangan itu boleh diajukan 10 tahun sebelum sebuah kontrak kerjasama selesai. Pada ayat 10 pasal 28 PP No 35/2004 Pertamina harus memiliki 100 persen saham yang dimiliki negara untuk mengambil alih pengelolaan atas aset-aset Migas tersebut.
“Kita punya kekayaan Migas yang belum bisa memakmurkan bangsa ini sendiri karena diciptakannya regulasi (peraturan) yang memungkinkan terjadinya perampokan secara legal terhadap SDA bangsa ini,” tambahnya.*