Hidayatullah.com–Penyebaran penyakit HIV/AIDS di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Rata-rata per tahun jumlahnya ribuan kasus. Tempat potensial bagi berkembanganya dua penyakit itu adalah daerah maju dan berkembang.
Berdasarkan catatan Ditjen Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan selama tujuh tahun terakhir (2005-2012), penyebaran HIV mencapai 86.762 kasus. Per Januari-Juni 2012 telah terjadi 9.883 kasus HIV.
Dari kategori wilayahnya, paling banyak terjadi di Jakarta dengan 1.776 kasus, kedua Papua 1526 kasus, Jawa Timur 1.332 kasus.
Sedangkan untuk penyakit AIDS dari tahun 1987-2012 mencapai 32.103 kasus. Per Januari-Juni 2012 kasus AIDS banyak terjadi di Papua dengan 416 kasus, Jawa Tengah 346 kasus, dan Bali 327 kasus.
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) membeberkan penyebaran HIV/AIDS sudah merambah ke wilayah masyarakat pesisir pantai. Bahkan di wilayah pantai utara Jawa Barat menjadi daerah dengan jumlah kasus HIV/AIDS tertinggi di provinsi itu.
Sampai tahun ini ada 10.358 penderita HIV/AIDS di Jabar, sekitar 30 persen ditemukan di wilayah pantura, yakni Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang, dan Bekasi.
“Sekitar 3.000 penderita HIV/AIDS di wilayah Jabar ada di pantura. Wilayah ini rentan penularan dan penyebaran karena orang banyak melintasi kawasan ini. Kecenderungan yang sama ditemui di pantura Jawa Tengah dan Jawa Timur,” kata Sekretaris KPA Nasional Kemal N Siregar belum lama ini, dilansir JPNN.
Menurutnya, tahun lalu tren penularan dan penyebaran HIV/AIDS banyak dipicu penggunaan jarum suntik yang tidak aman. Kini, 80 persen kasus di Indonesia disebabkan perilaku seks yang tidak aman. Diperkirakan ada 80 -100 ribu kasus HIV/AIDS di seluruh Indonesia hingga 2012.
Wilayah pantura menjadi rentan karena perilaku seks tidak aman banyak dilakukan orang yang mobilitasnya tinggi. Contohnya, sopir truk dan bus, kenek, juru antarbarang, atau nelayan yang sering bepergian berhari-hari. Dalam perjalanan, ada kemungkinan mereka berhubungan seks dengan pelacur.
“Kalau dibiarkan dikhawatirkan akan menulari ibu dan anak di rumah yang tidak tahu apa-apa. Beberapa kasus menunjukkan ada istri dan anak tertular HIV/AIDS akibat perilaku seks tidak aman suami,” ungkapnya.
Sebelumnya Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, daerah maju dan berkembang di Indonesia berpotensi menjadi sarang virus HIV/AIDS. Biasanya, daerah berkembang juga marak dengan tempat praktik prostitusi.
Masalah itu hendaknya diwaspadai agar daerah-daerah di Indonesia tidak menjadi ladang penyebaran virus HIV/AIDS. Pemerintah akan segera mengantisipasi dengan menyusun berbagai program penanggulangannya.
“Bukan hanya pelaku seks bebas yang menjadi korban dari virus mematikan itu, tetapi masyarakat umum seperti ibu rumah tangga akan menjadi korban. Data Kementerian Kesehatan yang terakhir menyebutkan ibu rumah tangga yang tidak berperilaku berisiko juga terinfeksi virus mematikan itu,” ungkapnya.
Untuk menanggulangi dan meminimalisasi penyakit yang sampai sekarang belum ditemukan obatnya itu, pihaknya telah melakukan pendekatan dari sektor hulu. Seperti pendidikan, agama, moral dan penyuluhan-penyuluhan dan lain-lain.
Selain itu untuk menanggulangi dan meminimalisasi pertambahan penderita HIV/AIDS yang terus meningkat, semua pusat kesehatan dasar di Indonesia, mulai dari Puskesmas sampai rumah sakit rujukan bisa memberikan pelayanan dan bantuan kesehatan terhadap penderita HIV/AIDS.
“Perilaku sehat di masyarakat sampai saat ini masih rendah. Makanya, nanti kita integrasi dari pelayanan terkecil sampai rujukan akan kita buat, dan promosi perilaku sehat harus terus ditingkatkan melalui penyuluhan agama dan pendidikan,” ujarnya.
Untuk diketahui, epidemi HIV/AIDS di Asia dan Pasifik cenderung meningkat lebih pesat, terutama di negara dengan jumlah penduduk besar seperti China, India dan Indonesia. Meskipun tingkat penularan pada populasi umum masih rendah, tetapi jumlah absolut yang terinfeksi cukup besar.*