Hidayatullah.com–Ketua Presidum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Nanat Fatah Nasir dalam sambutan Silaturahmi Kerja Nasional (Silaknas) akan dilangsungkan hingga 20 Desember mendatang ini dinilai berbeda dengan Silaknas tahun-tahun sebelumnya. Karena Silaknas kali ini saat suhu politik Indonesia kian memanas menjelang Pemilu. Silaturahmi Kerja Nasional Ikatan (Silaknas) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) resmi dibuka Wakil Presiden Boediono hari ini Selasa, (18/12/2012).
Acara yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta dihadiri berbagai tokoh nasional seperti mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshidiqie, Menko Perekonomian Hatta Radjasa, mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, Wakil ketua DPR Priyo Budi Santoso.
“Silaknas sekarang beda. Karena pada 2013 akan dimulai tahun politik. Meskipun begitu, ICMI bukan organisasi politik. Kita independen terhadap semua capres. Kita dukung dan kita juga akan berikan pendidikan politik pada masyarakat. Karena itu ICMI doakan semua berhasil jadi presiden,” Ketua Presidum ICMI, Nanat Fatah Nasir.
Nanat memandang momentum Pemilu justru merupakan waktu yang strategis untuk kebangkitan bangsa.
“ICMI memandang kondisi ini merupakan momentum yang strategis untuk kebangkutan bangsa yang mandiri, adil dan sejahtera. Untuk membentuk masyarakat seperti ini, maka ICMI kerjasama dengan PP Muhammadiyah dan NU memprakarsai berdirinya ikatan persaudaraan muslim se-Indonesia demi melahirkan pemimpin yang adil,” lanjutnya.
Dia menambahkan, Indonesia bisa jadi model demokrasi. Karena Indonesia mampu menyandingkan secara harmonis demokrasi dan agama. “Kita sampai menjadi model demokrasi khususnya bagi negara-negara Islam. Kini Mesir juga belajar dari kita,” tandasnya.
Ciri pemimpin
Mantan Presiden RI BJ Habibie menilai pemimpin harus memiliki wawasan yang menjadi daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan.
“Dalam hal ini yang penting ada wawasan. Ini adalah daya atau kekuatan untuk lakukan perubahan. Tiap pemimpin harus lakukan perubahan,” ujar Habibie dalam Silaknas Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) 2012, di Jakarta Convention Center.
Wawasan tersebut, kata Habibie, merupakan daya dorong tegaknya kreativitas. Hal itu harus bersinergi dengan kekuatan yang ada sehingga mampu membuat perubahan.
“Pemimpin harus kerja keras, 24 jam mengabdi,” ujarnya.
Pemimpin sejati dinilai juga harus fokus pada hal-hal spiritual. Dia mementingkan kesuksesan untuk amal dibandingkan dengan sekadar kesuksesan duniawi. Pemimpin itu pun harus mengutamakan hubungan relasi penuh kasih sayang dan penuh penghargaan dibandingkan status kekuasaan semata.
“Bukan untuk penghargaan tapi untuk melayani sesama manusia,” kata dia.
Pemimpin sejati, lanjutnya, senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek. Kemauan belajar itu ditujukan untuk dirinya dan rakyatnya.
“Dia senantiasa melaraskan dirinya terhadap komitmen untuk layani Allah Subhanahu Wata’ala dan masyarakat,” katanya.
Pemimpin yang fokus pada spiritual dinilai Habibie akan mengamalkan kekayaannya. Selain itu, karakter yang harus dimiliki pemimpin itu antara lain menguasai imtaq dan iptek, mau menerima kritik, rendah hati, memahami orang lain, dan kenal dirinya sendiri dengan baik.
“Dia selalu upayakan yang terbaik bagi diri sendiri dan yang dipimpinnya,” katanya.*