Hidayatullah.com—Meski Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-undang (UU) tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Di mana penegak hukum bisa menelusuri aliran dana yang dipakai kegiatan terorisme, namun sejumlah pihak masih menghawatirkan pelaksanaannya hanya menjadi alat untuk menjebak sekelompok umat Islam.
Menurut Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM), Ahmad Michdan, agar pelaksanaan UU ini bisa berjalan secara baik dan tidak disalahgunakaan, sebaiknya pemerintah lebih mengutamakan keterbukaan dan kejujuran dalam menegakkan UU ini.
“Hal-hal seperti ini harus ada keterbukaan bukti bukti transfer dan saksi mata jangan sampai UU Pendanaan Terorisme ini justru menjebak perputaran donasi dakwah dikalangan umat Islam,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Selasa (12/02/2013).
Menurut Michdan, apa yang disampaikan ini berdasarkan pengalamannya ketika membela pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Ustad AbuBakar Ba’asyir (ABB) terkait penggalangan dana terorisme.
Saat itu, menurut Michdan, Densus 88 menuduh ABB telah menggalang dana untuk kegiatan jihad di Aceh. Namun pada kenyataan di lapangan, sebenarnya tidak ada satupun rekening Ustad Abu yang digunakan untuk kegiatan terorisme.
Selain itu kata Michdan, kasus terorisme di Indonesia juga ikut menyebabkan musibah kemanusian kepada pihak keluarga yang dituduhkan. Selain telah mendapat sanksi sosial juga menyebabkan kesulitan pada anak dan istri.
Hanya saja, ia mengkhawatirkan jika kelak dengan UU ini, gerakan kemanusiaan untuk menggalang dana bagi korban kekerasan aparat ini ikut dikaitkan kepada pendanaan terorisme. Padahal menurutnya, banyak fakta lapangan Densus 88 dinilai melakukan salah tembak terhadap terduga terorisme.
“Nah, ini kan masalah baru, siapa yang mau menanggung hidup keluarga korban kecuali umat Islam?” tambahnya.
Selain itu, ia juga khawatir UU ini layaknya UU Subeversi yang justru digunakan untuk menjebak umat yang ingin menyalurkan bantuan kemanusiaan berkaitan dengan masalah keislaman, termasuk masalah Palestina.
“Jadi para eksekutor UU Pendanaan Terorisme ini harus benar-benar akuntabel, transparan dan jujur dalam menindak seseorang” tambahnya lagi.
Seperti diketahui, dalam siding paripurana di DPR RI hari Selasa PR RI telah disahkan rancangan Undang-Undang (RUU) Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana atau Pendanaan Terorisme.
UU ini sudah disepakati pemerintah yang diwakili Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Luar Negeri, dengan PPATK dan Komisi III.*