Hidayatullah.com–Guru Besar Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Dr Mudzakkir menilai apa yang dilakukan Tajul Muluk dalam kasus Syiah di Sampang sudah masuk kategori penistaan agama. Menurutnya Tajul Muluk sudah melanggar UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang penistaan agama.
Mudzakkir berpendapat, Tajul Muluk telah didapati melakukan niat jahat memusuhi atau menghina agama lain. Terlebih hal tersebut juga dilakukan dengan lisan dan tulisan. Ia juga menilai jika memang fakta Tajul Muluk telah melakukan konten memuat permusuhan dan penghinaan terhadap agama maka hukuman terhadap Tajul Muluk sudah tepat.
“Kerangka hukum yang berjalan sudah sesuai aturan administrasi dan tindak pidana,” jelasnya dalam Sidang Kasasi Tajul Muluk di Mahkamah Konstitusi yang dipimpin oleh Mahfudz MD, Kamis (14/02/2013).
Sementara menurut, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Dr. H.M. Atho Mudzar Guru menilai gugatan terhadap UU Nomor 1 PNPS Tahun 1965 yang dianggap tidak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28 tentang kebebasan beragama sangat tidak tepat. Menurut Atho keberadaan Pasal 28 UUD 45 sudah sesuai dengan UU tahun 1965 tersebut.
“UU No 1 PNPS Tahun 1965 itu tidak melarang orang beragama yang dilarang adalah menistakan agama orang lain,” jelasnya dalam sidang uji materil tersebut.
Bagi Atho, siapapun boleh hidup di Indonesia bahkan sampai ke agama Tao, Zarathustra bahkan Atheisme. Namun, ketika seorang atheis menyebarkan ajarannya ke kalangan umat Islam. Maka Atho menilai orang tersebut sudah menggerogoti tatanan masyarakat Islam di Indonesia.
“Maka orang itu perlu mendapat sanksi,” jelasnya.
Terkait kasus Tajul Muluk di Sampang, Atho berpendapat ajaran Syiah menjadi bermasalah karena ia merusak fundamen dari ajaran Islam itu sendiri. Ketika Syiah merusak ajaran orisinal Islam maka pada hal tersebut sudah terjadi penistaan agama.
Seperti diketahui, Tajul Muluk didakwa telah melakukan penistaan agama sehingga memicu kerusuhan Sampang, Madura pada 2011 lalu. Pada 12 Juli 2012 Pengadilan Negeri Sampang memvonisnya 2 tahun penjara dengan dakwaan penodaan agama. Putusan ini diperberat menjadi 4 tahun seiring dengan keluarnya putusan banding Pengadilan Tinggi Surabaya pada 21 September 2012.
Tajul Muluk mengajukan kasasi dan tengah mengajukan upaya hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan mengajukan uji materiil pasal 156 (a) KUHP tentang pencegahan atau penyalahgunaan atau penodaan agama. Tim pemohon kelompok Syiah yang dipimpin Ahmad Taufik menganggap, pasal itu tidak sesuai dengan pasal 28 UUD 1945.
Ahmad Taufik tetap bersiteguh mengkritisi keberadaan UU Nomor 1 PNPS 1965. Ahmad Taufik sendiri diberikan hak untuk menyampaikan pendapatnya pada 6 Maret 2013 nanti pada sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kasus Tajul Muluk selanjutnya.*
Kasus sampang karena dimulai dari penghinaa Syiah terhadap Islam