Hidayatullah.com–Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Dr. Bambang Widodo Umar, M.Si., menghawatirkan Undang-Undang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme akan disalahgunakan mengingat definisi terorisme di Indonesia dan di dunia masih belum jelas.
“Harus jelas terorisme yang mana karena definisnya masih lentur sekali. Teror sejak jaman Belanda juga ada kok, orang jaman Soekarno ada juga lalu yang mana terorisnya. Jadi Ini tidak jelas,” ujar pengamat kepolisian dan dosen kriminologi UI saat ditemui hidayatullah.com di ruang kerjanya, Departemen Kriminologi, FISIP Universitas Indonesia, Depok, Selasa (26/02/2012) kemarin.
Menurut anggota Kompolnas ini, seharusnya sebelum disahkan menjadi Undang-undang, harus diperbaiki terlebih dulu defenisinya.
“Maka selain UU Pendanaan Terorisme harus diperbaiki dengan memberikan batasan-batasan yang bisa dilakukan oleh militer sehingga tidak disalahgunakan oleh kepentingan kekuatan politik yang sedang berkuasa,” pungkasnya.
Ia khawatir, definisi terorisme akhirnya melebar, seperti menembaki orang yang tidak bersalah. Sehingga harus ada definisi yang jelas terorisme di Indonesia.
“Kita khawatir bahwa terorisme ini nanti melebar. Maaf lah orang pakai sarung Cingkrang dibilang teroris, jadi harus ada definisi yang jelas, seperti terorisme di Indonesia bukan dari luar negeri. Dan bagaimana strategi mengatasi itu? Karena itu bangsanya sendiri, saudara kita sendiri lho, kenapa ditembaki begitu?” jelasnya.
Lebih jauh, ia meminta polisi untuk memperbaiki penegakkan hukum dalam kasus penananganan tindak pidana terorisme, bukan perang.
“Kecuali kalau ada terorisme yang datang dari Amerika ke Indonesia oke, tapi kalau dari anak kampung-kampung sudah dibilang teroris padahal mereka ada keyakinan-keyakinan tertentu yang berbeda seperti spirit ingin melawan kezholiman, apa itu salah?”*