Hidayatullah.com–Wartawan senior The Jakarta Post Endy Bayuni akhirnya menjelaskan pernyataanya saat peluncuran buku “Jurnalisme Keberagaman” yang diadakan oleh Serikat Jurnalis Keberagaman (Sejuk) tanggal 8 Mei kemarin.
Menurutnya, kalimat persis yang ia sampaikan dalam ceramah adalah “jurnalis harus menanggalkan jaket (identitas) agamanya ketika melakukan peliputan, tapi ia tidak mungkin melepaskan imannya. [baca berita sebelumnya Endy Bayuni: Jurnalis Harus Abaikan Iman Sendiri Ketika Menulis]
”Ada perbedaan besar antara menanggalkan identitas dan melepaskan iman. Saya sendiri yakin tidak ada satu orang pun yang bisa melepaskan imannya, satu detik pun dalam hidupnya, bahkan dalam tidurnya. Jadi tidak mungkin saya menganjurkan jurnalis harus meninggalkan atau mengabaikan imannya,” ujar Endy dalam pernyataan yang dikirim ke hidayatullah.com, Sabtu (11/05/2013).
Ia juga mengaku melihat betapa banyak kaum Muslim di Eropa, Amerika Serikat, Myanmar, telah menjadi korban kebencian sebagai bagian dampak pemberitaan media massa.
“Saya juga melihat diskriminasi pada Muslim di Eropa, Amerika bahkan di Myanmar,
Mereka (Muslim, red) menjadi korban karena media yang memvonis mereka. Saya melihatnya, media umum, bukan media khusus, apakah di Indonesia atau di Negara lain, sebut saja Kompas apa Tempo, kalau di AS misalnya The New York Times mereka harus berada di tengah-tengah dan tetap harus memperlakukan agama sebagai sesuatu yang serius,” ujarnya melalui sambungan telepon.
Menurutnya, hal yang sama terjadi di Indonesia di mana hampir semua media gagal menyampaikan berita yang sebenarnya dan hanya terjebak dengan pemberitaan yang dangkal, salah dan juga menyebarkan kebencian antara kelompok beragama, disengaja atau tidak disengaja.
Menurut Endy, pesan paling penting yang hendak ia sampaikan dalam ceramah nya kala itu adalah mengajak semua jurnalis memberi perhatian yang lebih besar dan serius terhadap masalah agama, agar kita memberikan informasi yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.
“Imbauan ini berlaku untuk semua jurnalis di dunia karena saya memang pendiri dan pengurus Asosiasi Internasional Jurnalis Agama (IARJ),” ujarnya.
Sebelumnya, hidayatullah.com sempat mengutip pernyataan Endy saat peluncuran buku “Jurnalisme Keberagaman: Sebuah Panduan Peliputan”, yang diterbitkan oleh Serikat Jurnalis Keberagaman (Sejuk), hari Rabu, (08/05/2013) di Jakarta.
Dalam pernyataan yang dikutip UCANews, ia menyatakan, seorang jurnalis seharusnya melepaskan identitas agama yang dianut ketika hendak menggali dan menulis sebuah berita, sehingga informasi yang disampaikan benar-benar fair, tanpa dipengaruhi oleh keyakinan yang ia miliki. Kalau perlu, mengabaikan iman mereka saat menulis.
“Jurnalis harus mengabaikan imannya sendiri ketika menulis. Namun sayangnya kesadaran tersebut baru tertanam dalam diri sebagian kecil jurnalis saja, dan belum sampai pada level lembaga atau media,” jelasnya seperti dikutip UCANews.*
Baca yang lain: Untuk Jadi Wartawan yang Baik tak Perlu Athesi atau Kafir