Hidayatullah.com–MUI Sumatera Barat telah menandatangani kesepakatan bersama dengan Ormas-ormas Islam untuk menolak pembangunan Rumah Sakit (RS) Siloam yang akan dibangun di Jalan Khatib Sulaiman, Kota Padang.
“MUI sudah membuat pernyataan tertulis dan hari Senin kemarin sudah ditandatangani oleh dua puluhan Ormas Islam”, terang Ketua Bidang Komisi Fatwa MUI Sumatera barat, Gusrizal Gazahar saat, Rabu, (05/06/2013).
Ia melanjutkan, nantinya pernyataan tertulis itu akan disampaikan kepada pemerintah Kota Padang dan kepada berbagai pihak yang terkait dengan masalah tersebut.
Sebelumnya, 16 Ormas Islam itu menyampaikan pernyataan penolakan mereka secara tertulis dan lisan atas rencana pendirian RS Siloam di Ranah Minang. Rapat tersebut dihadiri langsung oleh Ketua MUI Sumbar Prof Dr H Syamsul Bahri Khatib.
Ormas Islam yang hadir rapat dan menyatakan penolakan mereka adalah PW Muhammadiyah Sumbar, Dewan Dakwah Islamiyah (DDI), Hizbur Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin, Nahdatul Ulama (NU), Aisyah, dan ormas islam lainnya. Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar serta ormas Paga Nagari dan sejumlah cendikiawan muslim Sumbar juga hadir.
Pembangunan RS. Siloam menimbulkan keresahan di tengah masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) terkait adanya isu keterlibatan misionaris internasional (baca: kristenisasi, red) dalam proyek tersebut.
Seperti diketahui, mega proyek senilai 1,3 triliun rupiah tersebut terkait dengan owner Lippo Group James T Riady yang juga anggota beberapa lembaga Kristen internasional.
Namun kepada Harian Singgalang, CEO Lippo Grup tersebut membantah jika proyeknya ini dikaitkan dengan isu kristenisasi. Baginya, proyek ini adalah murni soaial.
“Saya memang Kristen tapi di dalam agama saya banyak aliran dan kebetulan aliran yang saya anut, tidak mempercayai kristenisasi,” katanya dikutip laman Hariansinggalang.co.id, Rabu (05/06/2013).
Sementara itu Gusrizal menilai, meski mega proyek beralasan untuk bisa mengurangi pengangguran di Sumbar, ia berharap untuk urusan penyelesaian pengangguran tidak perlu mempengaruh akidah, apalagi harus bertolak belakang dengan nilai agama Islam yang dianut oleh masyarakat Minangkabau.*/Ahwazy Anhar