Hidayatullah.com–“Sudah hapal berapa juz?” tanya seorang perempuan bernama Asyiroh terhadap wanita yang duduk di sebelahnya. “Ah, pasti hapalan Anti sudah banyak, ya?” tanyanya lagi.
Demikianlah pemendangan di acara Mukhoyyam Al-Qur’an Nasional Akhwat 3 hari Sabtu (30/11/2013) .
Acara yang diadakan oleh Yayasan Markaz Al-Quran, Jakarta ini berlansung di Villa Arra, Lembah Pinus, Puncak, Jawa Barat dengan dihadiri kurang lebih 150 orang perempuan Penghapal Qur’an.
Selama lima hari, peserta berusaha setoran hapalan sebanyak 4 juz. Melakukan tilawah minimal 10 Juz/hari. Bahkan ada peserta yang sudah mampu mengkhatamkan Qur’an.
Tilawah dilakukan sejak selasa pekan ini. Bahkan ada yang sudah 45 juz banyak tilawah-nya. Panitia menyiapkan hadiah bagi peserta terbaik.
Ujian Hapalan, Ujian Hidup
Ternyata hanya sekitar 15 persen saja jumlah peserta ujian. Tidak mudah memperdengarkan hapalan didepan umum. Bukan saja memiliki daya ingat kuat, tapi mental juga harus kuat. Rasa grogi bisa tiba-tiba muncul begitu kita berhadapan dengan Ustadz/Ustadzah penguji. Jika tidak cepat menguasai diri, hapalan buyar seketika. Apalagi dengan hapalan yang belum begitu lekat dalam ingatan. Cenderung lebih mudah terpengaruh dengan lingkungan.
Kiki misalnya. Peserta asal Padang Panjang, Sumatera Barat itu tiba-tiba berhenti melantunkan ayat. Ia sempat tersendat melanjutkan salah satu ayat di juz 4 yang diberikan oleh Ustadz. Ketika ditemui seusai ujian, Kiki mengaku terganggu dengan kondisi tenggorokannya.
“Sebenarnya sudah hapal. Begitu mau ujian, saya serak. Mungkin karena kejar setoran tilawah,” ucapnya dengan suara parau. Walhasil perempuan yang datang membawa anak balitanya itu, kepayahan saat ujian.
Salah satu penghapl asal Yogyakarta mengaku tidak mudah menjalani proses ini. Lingkungan kampusnya tidak mendukungnya dalam menghapal. Bahkan Ia sulit mendapatkan izin untuk terbang ke Jakarta. Itulah perjuangan seorang penghapal.*