Hidayatullah.com—Jika Polri masih melarang Polisi Wanita (Polwan) berjilbab sama dengan melanggar Undang-undang Dasar 1945. Hal ini ditegaskan oleh Bukhori Yusuf, MA anggota komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurut Bukhori tidak perlu adanya Undang-undang hanya untuk mengizinkan seorang Polwan Muslim menutup auratnya. Karena hak menjalankan agamanya adalah hak asasi setiap manusia. Sementara melarang seseorang menjalankan kewajibannya beragama adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia itu sendiri.
“Hak asasi itu jauh lebih tinggi dan sakral daripada undang-undang, polri harus paham itu,” jelas Bukhori kepada hidayatullah.com di Gedung DPR RI, Jakarta Rabu, (28/01/2014) kemarin.
Bukhori menyatakan jika lembaga Polri tidak tegas dalam urusan jilbab Polwan ini maka Polri sudah melanggar hukum itu sendiri. Ketika ditanya maksud tidak tegas itu Bukhori menjawab tegas.
“Tidak tegas adalah ketika Polri berpura-pura membolehkan namun sebenarnya mereka melarang,” jelasnya gamblang.
“Jika itu terjadi maka sesungguhnya kepolisian telah melanggar hak paling asasi warga yang sebenarnya dilindungi UUD 45,” tambahnya lagi.
Untuk itu, Bukhori mempertanyakan konsistensi Polri yang sebenarnya berfungsi untuk melindungi hak asasi masyarakat Indonesia.
“Bagaimana Polri mau menegakan hukum kalau dia sendiri melanggar hukum dengan tidak menghargai hak asasi warganya,” jelas Bukhori lagi.
Sebelumnya, usai acara silaturahmi antara Kapolri dengan Insan Pers di Ruang Rapat Utama, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (19/11/2013). Kapolri Jenderal Polisi Sutarman mempersilakan Polwan yang bertugas menggunakan hijab, meskipun pihaknya belum mengatur secara resmi dalam tata cara berpakaian anggota Polri.
Namun tidak lama, himbauan itu dibatalkan menyusul datangnya Telegram Rahasia (TR) tentang penundaan Polwan berjilbab. Sementara di sisi lain, di berbagai media menunjukkan adanya indikasi perbedaan pendapat antara Jenderal Sutarman dengan wakilnya, Komisaris Jenderal Oegroseno menyangkut jilbab meski Sutarman sendiri membantah dirinya berselisih paham dengan Oegroseno.
Hingga kini hak Polwan Muslim dalam menjalankan syariat agamanya di lembaga kepolisian itu masih belum jelas nasibnya.*