Hidayatullah.com–bencana alam yang terjadi di sebuah negeri, tidak hanya berkaitan dengan fenomena alam semata. Namun ada pengarus akhlak manusia ikut berperan. Demikian disampaikan pengamat pendidikan Dr Budi Handrianto.
Lulusan doktor bidang pendidikan sains Islam dari Universitas Ibnu Khaldun (UIKA), Bogor ini, seorang ilmuwan tidak perlu menjauhkan dirinya dengan ketauhidan.
Jika hanya mengagungkan ilmu sains Barat modern, maka manusia hanya beranggapan bahwa realitas adalah segala sesuatu yang dapat diindra. Ilmu dianggap sah apabila terkait dengan perisiwa-peristiwa fisik alam serta hubungan yang terdapat di dalamnya.
Menurut sains Barat, alam semesta dikosongkan dari unsur-unsur ruhani.
“Padahal ada banyak peristiwa metafisik disekitar kita. Bagi orang scientific, antara percaya-nggak percaya. Tapi hal semacam itu ada,”ulas Budi saat diskusi dwipekanan nstitute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSIST) bertema “Kritik Terhadap Sains Barat Modern-Perspektif Sayyed Hossein Nasr” di Jakarta belum lama ini.
Belasan tahun bekerja di sebuah perusahaan kelapa sawit, membuat Budi memahami, alam akan menampakkan tanda-tanda kebesaran Allah.
Jika dilihat sepintas, serangan hama adalah fenomena alam biasa. Padahal sejatinya adalah tidak.
“Sebanyak tiga ribu hektar dari 15 ribu hektar kebun sawit, habis dimakan Ulat Api. Setelah kami telusuri, ternyata pimpinan proyek bahkan sampai anak buahnya, pecandu Narkoba,”ungkap Budi yang banyak berkecimpung pada bidang pengembangan sumber daya manusia ini.
Di perusahaan perkebunan sawit yang berbeda, Budi pernah kembali melihat serangan dahsyat hama.
Usut punya usut, salah seorang karyawan di perkebunan itu sering melakukan tindakan asusila dengan kekasihnya. Akhirnya setelah oknum-oknum bermasalah itu dikeluarkan kemudian diganti dengan karyawan yang lebih “bersih”, Ulat Api tidak lagi menyerang.
Pesan-pesan Allah
Dalam kehidupan pribadi, beberapa kali Budi melihat “pesan-pesan” Allah. Suhu badan anak kedua-nya yang baru berusia beberapa bulan, meninggi hari demi hari. Hal itu membuat Ia dan sang isteri resah.
“Tiba-tiba saya ingat, saya belum menimbang rambutnya saat usia tujuh hari untuk kemudian bersedekah sesuai berat rambut,”ceritanya.
Melalui sambungan telepon, peneliti INSIST bidang Sains Islam itu menelpon Asisten Rumah Tangga (ART) untuk segera mengeluarkan cukuran rambut yang tersimpan di lemari pakaian keluarga itu.
Sekaligus memintanya untuk segera ke toko emas dan menyedekahkan hasilnya. Sore harinya, demam si bayi mungil menurun.
Kejadian lainnya semakin mengokohkan keimanan Budi. Sebelum mengikuti ujian untuk meraih gelar doktor, ia berjanji (nadzar) pada Allah untuk mengulangi hapalan al Quran sebanyak tiga juz jika lulus pada sidang tertutup 3 Desember 2013. Namun hampir tiga minggu setelah kelulusannya, janji tersebut belum juga ditepatinya.
Ia jatuh sakit sampai harus menjalani perawatan intensif di sebuah Rumah Sakit.
“Saya baru ingat janji itu. Akhirnya saya murajaah hapalan. Tanggal 25 masuk rumah sakit, tanggal 28 dinyatakan sembuh dan bertepatan dengan selesai hapalan tiga juz,”ulasnya sembari tersenyum mengingat itu.*