Oleh: Muhammad Zulfikar Rakhmat
BANYAK orang beranggapan bahwa karena Islam tidak menyetujui adanya peringatan Valentine’s Day, yang jatuh pada 14 Februari setiap tahunnya, Islam adalah agama yang menentang cinta. Namun pernyataan itu adalah pernyataan yang salah. Islam bukanlah agama yang menentang cinta, melainkan ia telah menetapkan prinsip-prinsip mulia untuk mencapai cinta dan kasih sayang yang sebenarnya.
Pada artikel ini, saya ingin mengupas arti sebuah cinta dari perspektif ekonomi di mana saya akan menganggap cinta sebagai suatu komoditi. Dengan demikian, pertambahan nilai atau value added dari sebuah cinta akan menjadi sumber kekuatan ikatan antara dua manusia.
Dalam ilmu perekonomian sering dikenal adanya konsep bahwa nilai suatu barang akan berkurang jika ia dikonsumsi secara berlebihan. Sama halnya dengan sesuatu yang sering kita sebut dengan cinta. Semakin kita memperlakukannya secara berlebihan, semakin berkurang nilai dari sebuah cinta.
Sekarang marilah kita melihat dua skenario yang berbeda. Dalam skenario yang pertama, seseorang berkomitmen dengan seseorang yang mana sebelumnya keduanya tidak pernah memiliki hubungan apapun dengan orang lain. Sedangkan dalam skenario yang kedua, seseorang pernah menjalin hubungan cinta dengan seseorang dan kini sedang menjalin hubungan dengan seseorang yang berbeda.
Jika Anda menganggap bahwa kedua kasus diatas adalah sama, maka Anda benar karena kedua manusia diatas sama-sama memiliki perasaan cinta.
Namun kebenaran Anda tidaklah seutuhnya karena salah satu kisah cinta diatas lebih bernilai dari yang lainnya. Mengapa?
Ingatkah Anda ketika di masa kanak-kanak dahulu saat Anda benar-benar menginginkan sebuah mainan? Di saat Anda berhasil mendapatkan mainan tersebut untuk pertama kalinya, Anda akan merasakan kebahagiaan yang belum pernah Anda rasakan sebelumnya. Namun semakin Anda sering bermain dengan mainan tersebut semakin hilang perasaan bahagia itu. Di lain waktu ketika Anda mendapatkan mainan yang mirip Anda tidak akan merasakan kebahagiaan yang sama saat Anda mendapatkannya untuk pertama kalinya.
Marilah kita pikirkan sejenak hal ini. Itu adalah bagian dari sifat manusia, bukan? Iya, dan sama halnya ketika seseorang memiliki hubungan dengan seseorang, mereka akan berbagi perasaan, waktu, hadiah, dan sebagainya. Pertama kali seseorang melakukan hal-hal ini, ia tidak akan pernah melupakannya.
Karena di saat pertama kali seseorang melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan sebelumnya, nilai atau value dari perbuatan tersebut masih dalam keadaan utuh. Namun, jika seseorang telah memiliki hubungan berkali-kali, dalam arti bahwa mereka putus dengan seseorang kemudian menjalin hubungan dengan yang lainnya, mereka secara tidak sadar akan mengurangi value of the next relationship dengan melakukannya berulang kali.
So what? Seperti yang saya jelaskan diatas, value adalah komoditi penting untuk membangun kekuatan hubungan antara dua manusia. Jika value sudah berkurang, dan hubungan menjadi lemah, hubungan tersebut kemungkinan akan gagal ketika berhadapan dengan ujian atau cobaan.
Namun ketika seseorang mencoba untuk berkomitmen pada seseorang dan berinvestasi untuk membangun hubungan yang berjangka panjang (pernikahan), ia bukannya mengurangi value dari hubungan tersebut melainkan value tersebut akan justru semakin bertambah, yang berarti bahwa hubungan cinta akan semakin kuat dan bermakna.
Jadi apa hubungannya konsep ini dengan Islam dan hari Valentine? Pada hari Valentine biasanya orang akan melakukan berbagai macam hal untuk “membuktikan” rasa cinta mereka terhadap seseorang yang mereka cintai. Mereka akan saling bertukar kartu ucapan, mengirim bunga, atau cokelat meskipun mereka tidak dalam hubungan yang sah (pernikahan).
Hal ini jika dilakukan secara berulang kali lama kelamaan akan mengurangi nilai atau value dari perbuatan tersebut apalagi ketika Anda melakukannya dengan seseorang yang Anda ingin nikahi, sehingga melemahkan kemampuan seseorang untuk membangun ikatan yang kuat di masa depan. Alhasil, hal ini akan membawa kepada pondasi keluarga yang lemah.
Dalam Islam, keluarga merupakan pondasi penting berdirinya sebuah masyarakat dan negara. Jika keluarga berada dalam keadaan yang lemah, maka negara pun akan berada dalam keadaan lemah.
Keluarga dapat menjadi lemah melalui banyak cara. Salah satu cara tersebut adalah ketika anggota keluarga dengan mudah berkelahi atas isu-isu kecil.
Islam menuntut manusia untuk melindungi keluarga dari hal ini. Karena Islam memahami sifat dasar manusia, ia memberikan penekanan besar terhadap pembangunan hubungan kekeluargaan yang kuat dan menghiasinya dengan cinta dengan tujuan untuk membangun masyarakat yang mulia.
Dalih yang disajikan dalam artikel ini mungkin memiliki banyak kekurangan karena saya menulisnya sendiri. Dan argumen ini sama sekali tidak ada bandingannya dengan dalih-dalih para ulama yang menggunakan ayat dan hadits sebagai landasan argumen mereka.
Penulis adalah asisten peneliti di Universitas Qatar dan pendiri akun @Sahabat_Rasul