Hidayatullah.com—Wanita boleh saja menjadi agen dakwah, termasuk dalam berpolitik. Sebab Islam tidak membatasi kiprah Ibu Rumah Tangga sebagai agen dakwah. Hal itu terungkap dalam Kajian Majelis An-Nisaa’ (MANIS) bertema “Bidadari Dalam Dakwah, Peranan dan Perjuangan Wanita Dalam Dakwah”, di Jakarta belum lama ini.
“Kalau ada orang bilang perempuan berdiam diri di rumah saja, mana buktinya? Sejarah tidak mengatakan itu,”ungkap Erika Suryani Dewi, salah satu pembicara MANIS yang diselenggaraakan di Arrahman Quranic Learning Center (AQL), Tebet, Jakarta.
Dulu ada keberadaan As-syifa’ al-Ansyoriah, wanita cendikia yang ditunjuk langsung oleh Khalifah Umar bin Khatab sebagai penentu harga pasar di Madinah. Selain berprofesi sebagai dokter, As-syifa’ juga ahli fikih, ujar Erika.
Menurutnya, Islam, adalah agama yang tidak mengkotak-kotakkan antara ilmu duniawi dengan ketauhidan.
Rasulullah-pun sering menyertakan para Sahabiyah saat berperang. Kehadiran mereka membantu pengadaan logistik dan pengobatan. Bahkan para perempuan hebat itu tidak canggung menggotong mayat, korban peperangan.
Lebih lanjut Erika menyebutkan beberapa nama Sahabiyah. Adalah Asma binti Abu Bakar, misalnya. Kehamilannya tidak menyurutkan niatnya mengantarkan makanan ke Bukit Tsur dimana Rasulullah dan Abu Bakar Asshidiq bersembunyi sebelum hijrah ke Madinah. Dalam keadaan hamil tua, Asma mendaki bukit terjal sembari membawa perbekalan makanan.
Dialah yang mendapat julukan “Wanita dengan Dua Ikat Pinggang”. Julukan itu diberikan langsung oleh Allah pada Asma karena Ia menyobek kainnya menjadi dua. Separuh kain untuk menopang kehamilannya, separuh sisanya untuk memikul perbekalan makanan.
Juga ada Ummu Haram binti Milhan, Sahabiyah lainnya yang juga patut diteladani. Ia ikut menyeberangi lautan bersama para Sahabat dalam perjalanan berperang.
Dalam kekinian, wanita tetap bisa menjadi agen dakwah dengan tetap menjaga aturan syariat. Pemilihan lingkungan dakwah perlu diperhatikan. Adakalanya interaksi dengan lawan jenis yang bukan mahram, tak terhindarkan.
Menyikapi hal ini, Erika mengingatkan. Agar tidak berbuah fitnah, komunikasi dilarang hanya melibatkan dua orang lawan jenis. Tidak dibenarkan pembicaraan dilakukan hanya berdua-apalagi diruang tertutup- dengan alasan dakwah.
Para Muslimah bisa mencontoh As-syifa’. “Jangan dibayangkan kantornya di pasar mana? Kantornya berada di tengah wanita-wanita salehah, kalau tidak di rumah, ya di Masjid Nabawi,”ulas tukas lulusan Universitas Al-Azhar, Mesir dan International University of Africa, Sudan itu.*