Hidayatullah.com—Syari’at Islam yang diberlakukan di Aceh adalah ikonya Aceh, khususnya umat Islam. Hal itu diungkapkan Ghazali Abbas Adan saat berdiskusi dengan sejumlah aktivis Aceh baru-baru ini.
“Bagi saya, Syari’at Islam adalah ikon bagi masyarakat Aceh. Oleh sebab itu Syari’at Islam di Aceh harus dijaga secara transparan karena ditulis jelas dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA)”, ujar mantan anggota DPR RI asal Aceh dari PPP ini usai acara makan bersama dan syukuran atas lolosnya ke Senayan di Kantor Dewan Dakwah Aceh, Rumpet, Banda Aceh.
Ghazali menambahkan, syari’at Islam selain kewajiban dan tuntutan akidah setiap muslim, agar apapun yang dia kerjakan sesuai dengan syari’at Islam, juga kehendak UU Negara.
“Maka tidak ada alasan bagi setiap Muslim di Aceh untu mengabaikan hal ini”, ujarnya lagi.
Oleh sebab itu, menurut Ghazali Abbas, agar syari’at Islam terwujud dan tegak di Aceh, ada beberapa elemen yang paling bertanggung jawab. Pertama, pribadi setiap Muslim untuk menjaga prilakunya agar tidak beresiko di akhirat, qu anfusakum wa ahlikum nara. Kedua, tanggung jawab kolektif masyarakat Aceh.
“Dalam masyarakat harus ada amar makruf nahi munkar. Kalau ada perbuatan munkar, masyarakat tidak boleh diam. Kalau ada pelanggaran terhadap SI, maka semua masyarakat harus peduli dan menunjukkan perlawanan”, kata Ghazali dengan penuh semangat.
Yang ketiga, menurut Ghazali, Syari’at Islam merupakan tanggung jawab pemerintah. Mereka bertugas memperkuat Syari’at Islam di Aceh karena ini adalah amanah UUPA. Baik eksekutif maupun legislative.
“Bentuk tanggung jawab antara lain, mereka sendiri harus mengerti Syari’at Islam. Kalau sendiri tidak paham, bagaimana mengajak org lain untuk mencintai SI di Aceh?”, kata Ghazali mempertanyakan.
Oleh sebab itu, menurut Ghazali, legislatif dan eksekutif harus mendorong yudikatif harus melakukan low inversment penegakan hukum”.
Dan agar anggota legislatif Aceh bisa menjalankan peran ini, maka proses menuju kursi legislatif juga harus sesuai dengan tuntutan Syari’at Islam.
“Tidak boleh dengan terror dan intimidasi, merusak antibut kampanye pesaing, memanipulasi suara, penggelambungan, penggerogotan suara, melakukan money politic, sogok menyogok, dan juga tidak boleh menunpah daerah manusia, apalagi membunuh agar punya kekuasaan. Baik eksekutif maupun legislative. Karena ini semua jelas bertentangan dengan Syari’at Islam” kata Ghazali menjelaskan.
Dalam Pemilu Legislatif yang diselenggarakan pada yang lalu. Hasil rekapitulasi Komite Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Ghazali Abbas Adan menempati peringkat kedua sebagai periah suara terbanyak untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh setelah Fachrul Razi yang mendapatkan 345.915. Ghazali Abbas sebanyak 144.505, selanjutnya Sudirman 136.964 dan Rafly 134.509.*/Teuku Zulkhairi (Aceh)