Hidayatullah.com– Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya Dr Muhid, M.Ag dinilai telah melecehkan para mahasiswanya. Penilaian ini dilontarkan Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur (Jatim) Ustadz Muhammad Yunus terkait kasus tema “Tuhan Membusuk” yang terus bergulir.
Dalam kasus yang terjadi pada kegiatan Orientasi Akademik dan Cinta Almamater (OSCAAR) 2014 itu, Muhid memaklumi para panitia ospek dengan menyebut mereka belum dewasa. Pemakluman ini, bagi Yunus, justru merupakan bentuk penghinaan Muhid terhadap mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UINSA, khususnya panitia OSCAAR 2014.
“Menurut saya tidak perlu, dengan alasan kemudian menyayangi anak-anak, kemudian apalagi mereka (pihak dekanat) mengatakan ‘ini kan anak-anak masih belum dewasa’. Ini menurut saya melecehkan anak-anak (para mahasiswa. Red),” ujar Yunus saat diwawancarai hidayatullah.com di Surabaya, belum lama ini, Jumat (05/09/2014).
Padahal, ujarnya, para mahasiswa tersebut sudah berusia di atas 18 tahun. Merujuk Undang-Undang Perlindungan Anak, Yunus menilai seseorang disebut dewasa ketika telah mencapai usia 18 tahun.
Menyebut mahasiswa yang sudah dewasa dan baligh sebagai anak-anak, bagi Yunus, berarti meremehkan para mahasiswa itu.
Yunus menyarankan, daripada dimaklumi seperti itu, mestinya para mahasiswa itu dibantu, dibina, kemudian ditarbiyah dan lain sebagainya oleh pihak dekanat.
“Sehingga jangan sampai tersesat pemikirannya. Jangan sampai dia salah mengambil keputusan dan mengeluarkan statemen. Apalagi ini berkaitan dengan persoalan bagaimana menyiapkan adik-adik (peserta OSCAAR) ini akan memahami kampus, almamater,” imbuhnya.
Menantang Debat
Dalam wawancara dengan hidayatullah.com sebelumnya, Muhid mengatakan, dia sudah menyampaikan kepada panitia OSCAAR 2014 agar jangan pernah menggunakan asumsi bahwa semua orang itu sama dengan pikiran panitia OSCAAR.
“Itu yang saya katakan. Namanya anak-anak belum dewasa, seolah apa yang mereka pikirkan tidak mengganggu orang lain,” ujar Muhid.
Selain itu, Muhid juga menilai, apa yang dilakukan panitia OSCAAR 2014 di fakultasnya dalam ranah akademis di kampus UINSA, bukan untuk publik. Pembelaan Muhid ini dipertanyakan oleh Yunus.
“Kalau memang itu lingkungan kampus, kenapa kemudian sampai masuk ke ranah publik? Dan mereka juga menantang-nantang untuk berdebat terkait dengan tema (‘Tuhan Membusuk’) ini. Jadi Anda kalau ikuti di media online, banyak anak-anak mereka itu ‘menantang-nantang debat sambil minum teh’,” ujar Yunus.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Seperti diketahui, beberapa saat setelah kasus itu bergulir, pihak panitia OSCAAR 2014 santer diberitakan akan mengadakan ajang debat ilmiah soal tema “Tuhan Membusuk”.
Dalam pesan yang diterima media ini dari sumber terpercaya beberapa waktu lalu, tertulis pihak panitia mengundang masyarakat umum untuk mendiskusikan tema itu. Sumber lain mengatakan, acara ini awalnya akan digelar secara formal di kampus UINSA.
Namun, acara yang kemudian dirubah menjadi tidak formal di sebuah tempat dekat kampus UINSA ini batal berlangsung. Sebab disebut-sebut dilarang oleh pihak dekanat dan kepolisian setempat. (Baca juga Ushuluddin atau Uculuddin?)*