Hidayatullah.com- Qonun Jinayah atau hukum pidana syariah Islam yang disepakati DPRA Aceh menurut Ketua Majelis Intelektual dan Ulama’ Muda Indonesia (MIUMI) Aceh Mohammad Yusron Hadi, LC, MA, dalam hukum syariat Islam pemberlakuan Qonun Jinayah untuk non-Muslim sama tidak ada bedanya dengan Muslim Aceh yang lain.
Sebab, masyarakat non-Muslim yang tinggal di Propinsi Aceh bisa disebut sebagai kafir dzimi atau ahlul dzimmah (non Muslim yang dilindingi).
“Saya setuju, karena memang seperti itu aturan dalam hukum syariat Islam” katanya kepada hidayatullah.com.
Seperti diketahui, ahlul dzimmah (orang-orang dzimmah) adalah orang non-Muslim merdeka yang hidup di negeri yang menjalankan syariat Islam yang dan menerima perlindungan dan keamanan. Kata dzimmi sendiri berarti “perlindungan”.
Pernyataan Yusron Hadi disampaikan guna menanggapi pernyataan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan di berbagai media bila pihaknya akan mengevaluasi Qanun (Peraturan Daerah Aceh) Nomor 7 Tahun 2013, tentang Hukum Acara Jinayat.
MenurutĀ Yusron,Ā jika di Banda Aceh ada UU yang mengizinkan untuk melaksanakan hukum pidana syariat Islam atau Qanun Jinayah, yakni UU Tahun 1999, 2001, 2006 dan 2013. Itupun dibuat oleh pusat untuk Propinsi Banda Aceh. [baca: Ketua MIUMI Aceh: Qonun Jinayah Tidak Bertentangan dengan Undang-Undang]
Lagi pula menurut Yusron, tidak ada pasal dalam Undang-Undang (UU) dalam Qonun Jinayah yang bertentangan dengan UU tertinggi.*