Hidayatullah.com- Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia, Muhammad Yusron Hadi mangatakan bahwa tidak ada pasal dalam Undang-Undang (UU) dalam Qonun Jinayah yang bertentangan dengan UU tertinggi.
“Dikatakan bertentangan jikalau Banda Aceh tidak memiliki dasar hukum atau UU yang berlaku yang mengatur Qonun Jinayah,” ujar Muhammad Yusron Hadi, LC, MA kepada hidayatullah.com, Rabu (10/09/2014).
Pernyataan Yusron Hadi disampaikan guna menanggapi pernyataan Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan di berbagai media bila pihaknya akan mengevaluasi Qanun (Peraturan Daerah Aceh) Nomor 7 Tahun 2013, tentang Hukum Acara Jinayat.
Menurut Yusron, jika di Banda Aceh ada UU yang mengizinkan untuk melaksanakan hukum pidana syariat Islam atau Qanun Jinayah, yakni UU Tahun 1999, 2001, 2006 dan 2013. Itupun dibuat oleh pusat untuk Propinsi Banda Aceh.
Jadi sebelum memutuskan apakah Qonun Jinayah bertentangan dengan UU tertinggi atau tidak, menurutnya kemendagri harus memperhatikan tiga hal, sebagai berikut:
Pertama, Kemendagri harus mengetahui di Aceh ada UU otonomi khusus tentang hukum syariat Islam. Hal inilah yang menjadikan Propinsi Banda Aceh istimewa.
Kedua, Kemendagri harus menghargai dan menghormati UU tersebut. Karena pusat telah memberikan otonomi kepada Aceh maka tidak seharusnya Qonun Jinayah dikatakan bertentangan dengan UU. Selain itu memang di Indonesia tidak aturan syariat.
Ketiga, Qonun Jinayah yang membuat dan meminta masyarakat Aceh. Jadi Kemendagri tidak perlu khawatir sebab juga hanya diterapkan di Aceh. Bahkan masyarakat Aceh merasa senang dan terus mendesak agar segera disahkan.
“Saya tidak setuju jika Qonun Jinayah itu dikatakan bertentangan dengan UU yang lebih tinggi. Qonun Jinayah urgent untuk menyelesaikan masalah-masalah kriminal. Sebab, tidak ada metode yang lain selain menegakkan hukum syariat Islam,” ujarnya.*/Achmad Fazeri