Hidayatullah.com–Ketua Bidang Pengkajian, Penelitian, dan Aliran Sesat, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Bogor, KH. Muhammad Zein Mahfudin menilai, kawasan wisata Puncak Bogor menjadi ladang empuk para imigran menjadi pekerja bisnis haram.
“Saya gak mau sebut wanita susila, mereka ini pelacur!” ujarnya di kediamannya, desa Cipayung, Kecamatan Cisarua.
Menurutnya, para ulama di wilayah Bogor mulai merasa resah dengan gambaran dampak buruk maraknya bisnis pelacuran di kawasan tersebut, terutama karena keberadaan bisnis esek-esek tersebut semakin subur setelah kedatangan para imigran gelap.
Pria yang akrab disapa Kiai Zein ini makin merasa iba melihat respon masyarakat. Warga yang harusnya menolak, justru merasa tenang-tenang saja karena mendapatkan keuntungan ekonomi. Akhirnya, tidak sedikit dari warga yang menerima kehadiran imigran gelap. “Kalau sudah urusan fulus, memang susah,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menengarai ada praktik nikah mut’ah di wilayah itu, terutama terkait dengan adanya imigran Syiah asal Afghanistan. Pihak MUI sendiri sudah mengingatkan warga tentang bahasa ini. Apalagi sekarang MUI hadir sampai tingkat desa.
“Respon masyarakat acuh saja, orang mau mengingatkan saja dipukuli,” ujarnya cemas.
Berdasarkan keterangan Kantor Kelas II Imigrasi Bogor, ada sekitar 600 imigran gelap di Bogor. Dari jumlah itu, setengahnya berasal dari Afghanistan. Sisanya berasal dari Pakistan, Somalia dan Rohingya.
“Mayoritas imigran Afghanistan adalah pengikut Syiah dari etnis Hazara,” ujar Dede Sulaeman, Seksi Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian.
Namun, Dede mengaku tidak bisa memastikan jumlah para imigran di Bogor setiap bulannya, karena mereka selalu bergerak dari satu tempat ke tempat lain.
“Sekarang bisa berkurang menjadi 300, bisa juga bertambah menjadi 1000,” paparnya.
Dede menerangkan Indonesia menjadi tujuan utama para imigran karena pihak UNHCR mudah mengeluarkan sertifikat para pengungsi. Selanjutnya Puncak menjadi sasaran hunian para imigran karena iklimnya mendukung.
“Puncak ini cuacanya sejuk, masyarakatnya juga ramah-ramah,” terangnya.*/Fajar dan Pizaro
Selain masalah prostitusi, persoalan dihadapi para ulama adalah gaya hidup para imigran Syiah. Mereka gemar menenggak minuman keras hingga pagi. “Malam jadi siang, siang jadi malam,” sindir Kiai Zein yang melihat para imigran memilih tidur saat adzan Subuh.*