Hidayatullah.com- Dari segi hukum, membaca al-Qur’an dengan langgam (lagu, red) itu bukan masalah selama itu tidak melanggar mahrojul huruf dan tajwid. Namun, dalam agama itu tidak hanya masalah hukum tetapi juga dari segi akhlak (pantas atau tidak pantas.red).
Pernyataan itu disampaikan Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Yunahar Ilyas menjawab pertanyaan dari awak hidayatullah.com terkait bacaan al-Qur’an dengan langgam jawa, ketika ditemui di Gedung Menara 165 ESQ, Jalan Tb. Simatupang Cilandak, Jakarta, Selasa (26/05/2015).
“Misalnya, anda sholat di masjid pakai celana trainning lalu pakai helm. Itu pantas nggak? Atau anda sholat pakai sarung dan pakai singlet saja, boleh saja tetapi itu nggak pantas,” ujar Yunahar.
Dari contoh di atas, menurut Yunahar, jika dilihat dari segi fikih tentu tidak pantas dan menunjukkan akhlak yang rendah. Sama seperti halnya bacaan al-Qur’an dengan langgam jawa itu.
“Nah, sekarang pertanyaannya pantas nggak membaca al-Qur’an disejajarkan dengan langgam atau lagu seperti macapat? Sehingga nanti bisa muncul bacaan al-Qur’an dengan versi melayu, dangdut, seriosa, mandarin dan lain sebagainya,” cetus Yunahar.
Jika itu terjadi, lanjut Yunahar, dirinya khawatir bisa menurunkan level atau derajat al-Qur’an yang awalnya kitab suci hanya menjadi lagu.
“Saya khawatir itu bisa menurunkan level al-Qur’an dari kitab suci menjadi lagu biasa saja. Nah, itu yang saya khawatirkan,” tegas Yunahar.
Selain itu, jika dilihat dari seni budaya kata Yunahar, karena al-Qur’an pakai bahasa Arab tentu dibaca dengan lagu yang sesuai dengan karakter bahasa tersebut.
“Kalau ada penyanyi terkenal, lalu lagunya diganti arasemennya menjadi lagu itu nggak enak didengar, sudah tentu penyanyinya akan marah,” kata Yunahar.
“Lagian al-Qur’an itu kan universal jadi nggak perlu lah dikotak-kotakin dengan suku, ini langgam jawa, ini langgam melayu dan lain sebagainya. Itu tidak positif untuk persatuan umat Islam,” pungkas Yunahar.*