Hidayatullah.com– Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Se-Indonesia Ke-5 dengan tema “Ulama Menjawab Problematika Umat dan Kebangsaan” yang diselenggarakan selama dua hari di Pesantren At-Tauhiddiyah Cikura, Bojong, Tegal, Jawa Tengah sejak 07 hingga 09 Juni 2015 telah selesai.
Acara yang dihadiri Badan Pengurus MUI Pusat, wabil khusus komisi fatwa, Perwakilan MUI Provinsi dan Daerah serta Perwakilan Ormas Islam ini, terkait dengan hal-hal yang berhubungan dengan masalah pertanahan dan perwakafan, peserta Ijtima Ulama menyepakati untuk merekomendasikan keputusan sebagai berikut:
1). Mengingat peraturan perundang-undangan mengenai agrarian atau pertanahan masih banyak berasal dari warisan kolonial Belanda, maka mendorong pemerintah dan DPR untuk segera melakukan pembentukan berbagai UU baru di bidang pertanahan, sehingga jiwa dan semangat UU tersebut sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, ajaran Islam, memenuhi rasa keadilan sekaligus kebutuhan masyarakat. Selanjutnya, mendesak Pemerintah segera melakukan revisi atau penyempurnaan peraturan pelaksanaan UU di bidang pertanahan dan perwakafan yang ada agar sesuai Pancasila dan UUD 1945, ajaran Islam, memenuhi rasa keadilan dan kebutuhan masyarakat.
2). Terkait dengan banyaknya masalah yang timbul dalam praktik perwakafan yang menyebabkan tidak optimalnya tanah wakaf sesuai tujuannya, maka, Pemerintah hendaknya segera melakukan:
a) Pembaruan hukum perwakafan;
b) Penyempurnaan struktur organisasi dan SDM, serta anggaran untuk penanganan dan penyelesaian masalah perwakafan;
c) Melakukan percepatan penyelesaian masalah-masalah perwakafan dengan membentuk satgas atau satuan kerja atau unit khusus dengan masa kerja untuk kurun waktu, umpama 1 tahun;
d) Meminimalisir atau kalau memungkinkan menghilangkan kendala-kendala penyelesaian masalah perwakafan, termasuk aspek biaya yang memberatkan masyarakat;
e) Penyelesaian dengan mengutamakan kepentingan dan kemaslahatan umat Islam serta optimalisasi maksud dan tujuan adanya tanah wakaf;
f) Penyelesaian tersebut melibatkan MUI dan ormas-ormas Islam serta tokoh-tokoh Islam.
3). Mendorong ormas dan lembaga Islam serta lembaga-lembaga keagamaan untuk meningkatkan kualitas manajemen pengelolaan tanah wakaf karena selama ini ditengarai masih banyak berbagai kelemahan dan kekurangan dalam pengelolaan tanah wakaf.
Untuk itu, perlu ditingkatkan sosialisasi UU Wakaf dan peraturan pelaksanaannya kepada umat dan ormas-ormas atau lembaga-lembaga Islam serta mendorong ormas dan lembaga Islam serta umat Islam untuk mensertifikatkan tanah wakaf agar ada jaminan dan kepastian hukum.
4). Mendorong pemerintah mengambil kebijakan dan regulasi yang memberikan atau menguasakan tanah negara atau tanah terlantar kepada ormas dan lembaga kemasyarakatan serta lembaga keagamaan Islam. Dengan tujuan agar sumbangsih dan peranan ormas dan lembaga kemasyarakatan serta lembaga keagamaan Islam kepada kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, umat, dan bangsa dapat lebih optimal.
5). Mendorong ulama dan cendekiawan muslim menggiatkan pengkajian mendalam tentang wakaf uang. Selanjutnya ormas-ormas Islam, tokoh-tokoh Islam, dan pemerintah secara bersama-sama mensosialisasikan wakaf uang agar ditunaikan oleh umat Islam. Di sisi lain mendorong pemerintah menerbitkan berbagai regulasi tentang wakaf uang untuk mendorong pelaksanaan pranata ajaran Islam ini dalam memajukan umat Islam dan bangsa.
6). Agar rekomendasi ijtima ulama ini dapat dilaksanakan secara berkesinambungan, efektif, dan mencapai tujuan, MUI Pusat perlu membentuk tim khusus dalam rangka mewujudkan semua rekomendasi ini. Salah satu tugasnya adalah menjalin kerjasama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Negara, Badan Wakaf Indonesia (BWI), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan instansi atau lembaga pemerintah dan masyarakat, baik di pusat maupun daerah.
7). Meminta kepada BPN agar memproses pengembalian asset-aset wakaf umat yang dipakai oleh instansi Negara kepada Badan Wakaf Indonesia.*