Hidayatullah.com – Sidang Pleno Muktamar NU ke-33 hari Ahad (02/08/2015) terus diwarnai hujan intrupsi. Hujan instrupsi yang membahas Tata Tertib (TATIB), berlangsung sejak siang hingga sore.
Acara yang diselenggarakan di tenda utama alun-alun Kabupaten Jombang ini dipenuhi protes para muktamirin dikarenakan para peserta yang belum sepenuhnya hadir di lokasi, disebabkan oleh proses registrasi yang belum rampung.
Namun sebagian menganggap bahwa peserta sudah memenuhi quorum sehingga sidang pleno bisa dimulai.
Sterring Comite (SC) Haji Slamet Effendy Yusuf memutuskan sempat menunda sidang hingga pukul 14.00 WIB.
“Sidang pembahasan tata tertib kita tunda hingga pukul 14.00,” ujar Slamet.
Sontak ruang sidang pun menjadi gaduh, sebagian muktamirin ada yang memilih keluar dari ruangan, ada juga yang memilih bertahan.
Suasana kembali kondusif setelah Katib Aam PBNU, KH. Malik Madani mengumpulkan perwakilan dari tiap-tiap PWNU melakukan penyatuan visi dan melakukan seleksi ulang terhadap para peserta.
“Kami meminta perwakilan dari tiap PWNU untuk menginvetarisir cabang-cabang yang ada di bawah kordinasinya, agar ruang peserta itu benar-benar cabang yang sah,” jelasnya.
Saat ditanya mengenai hubungan kericuhan dengan proses registrasi, Malik menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi terhadap peserta yang setuju Ahlul Halli Wal ‘Aqdi (AHWA) maupun tidak.
“Registrasi sudah kami anggap selesai. Penolakan dan penerimaan AHWA itu pada Muktamar bukan pendaftaran,” pungkasnya.
Begitu juga siangnya. Sidang masih dipenuhi hujan intrupsi. Hujan interupsi ditujukan kepada pimpinan sidang Slamet Effendy Yusuf saat membahas BAB V Pasal 14 yang menjelaskan, pimpinan sidang dipilih oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Banyak peserta yang menolak redaksi Pasal 14 itu.
Pengurus PBNU yang duduk di meja utama sidang, yang terdiri dari; Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj, Khatib Rais ‘Aam Abdul Malik Madaniy, Yahya Tsaquf, Maidir Harun, Machasin dan Slamet Effendy Yusuf seolah tak berdaya menghala hujan interupsi muktamirin yang tak berhenti.
Salah satu yang kontra ialah dari PWNU NTT yang menghendaki pimpinan sidang untuk sidang komisi dan pleno tidak dipilih oleh PBNU tapi dipilih oleh para Muktamirin.
Perdebatan panjang itu berlangsung hingga pukul 17.00 WIB, menyebabkan Slamet Effendy menskors rapat pleno hingga pukul 20.00.*/Yahya G. Nasrullah