Hidayatullah.com—Sebagai ajaran Rahmatan lil Alamin, tak sepantasnya umat Islam meninggalkan pos perjuangan di parlemen dan politik. Jika umat Islam tidak berpolitik, maka umat Islam akan dikadalin oleh musuh-musuhnya secara terus menerus.
Hal itu dikatakan AM. Saefuddin dalam acara Diskusi Publik bertajuk “Desekularisasi Demokrasi” yang diselenggarakan oleh Forum Islamisasi Sains dan Kampus (ISK) Universitas Ibn Khaldun (UIKA) Bogor (Sabtu, 8-8-2015).
“Benar-benar kita sekarang dikadalin oleh mereka yang menguasai parlemen itu,” seru AM Saefuddin.
Menurut Pak AM, demikian sapaan akrabnya, ada begitu banyak Undang-Undang yang mengandung maslahat dan kebaikan umat Islam yang harus diupayakan melalui perjuangan politik dan parlemen.
Sebut saja misalnya, UU Anti Miras, UU Anti Narkoba, dan UU Anti Perjudian.
“Lalu siapa yang peduli dengan aturan UU tersebut jika bukan seorang Muslim yang peduli kepada agamanya,” ungkap AM yang menjabat Menteri Pangan dan Holtikultura (1998-2000) tersebut.
Meski demikian, AM mengaku hal tersebut tidaklah semudah membalik telapak tangan. Sebab menurutnya ada begitu banyak kepentingan dalam dunia politik tersebut.
“Realitasnya kadang kita harus bergerak dengan irama yang tidak dikehendaki,” terang AM kembali.
Dalam kegiatan yang berlangsung di Masjid al-Hijri II UIKA Bogor, AM mengingatkan bahwa wajah demokrasi hari ini sudah jauh menyimpang dari cita-cita luhur yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa”. Akibatnya, terjadi praktik menyimpang sebagai dampak dari sekularisasi demokrasi.
“Jika umat Islam itu paham, tidak ada korupsi atau UU yang bertentangan dengan rahmat Tuhan yang diloloskan,” ujar AM menjelaskan.
Sebaliknya, karena pemikiran sekular tersebut, umat Islam kini antipati dengan urusan politik. Partai-partai Islam juga disebut AM makin terpinggirkan oleh dominasi materi dan kekuasaan yang menjadi jualan setiap partai sekular.
“Kini partai-partai Islam itu menjadi kelompok mustadh’afin di dunia parlemen,” ujarnya. “Belum lagi jika internal mereka sendiri terpecah-belah.”
Terakhir, AM berharap, kampus-kampus Islam yang melahirkan para ulama dan cendekiawan Muslim agar bisa memberi sumbangsih dalam wacana Islamisasi politik ini.
“Setidaknya ada buku putih, bagaiamana cara berpolitik yang didasarkan kepada rahmat Allah Yang Mahakuasa itu tadi,” pungkas AM berharap.
Acara diskusi publik yang bertepatan dengan Milad ke-75 AM Saefuddin ini juga dihadiri oleh Ir. Aunur Rofiq (Wakil Sekjen PPP), Dr. Ending Bahruddin (Rektor UIKA), Dr. Rais Ahmad (Ketua Forum Islamisasi Sains dan Kampus UIKA), dan sejumlah tamu undangan serta ratusan mahasiswa lainnya.*/Masykur Abu Jaulah
si