Hidayatullah.com – Salah satu poin utama yang dibahas pada Sidang Komisi Musyawarah Nasional (Munas) MUI ke-IX di Surabaya kali ini adalah isu Tolikara. Isu tersebut dibahas pada Sidang Komisi D tentang Rekomendasi.
Pada jalannya sidang yang berlangsung di Aula Garden Palace Hotel, Surabaya, Rabu (26/08/2015). Anggota Komisi Hukum MUI, Irjenpol (Purn) Anton Tabah menyampaikan temuan terbarunya terkait insiden penyerangan dan pembakaran di Tolikara.
“Ada 59 nama pembeli tanah itu. Sekarang beberapa Perwira (yang ikut membeli tanah tersebut, red) ada di jajaran Polres Tolikara,” papar Anton.
“Sekarang sertifikat itu ada di saudara Sarno, untuk copy nya sudah kami pegang,” tambahnya.
Mantan ajudan Presiden Soeharto ini menambahkan, bahwa klaim Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang menyatakan seluruh tanah di Tolikara adalah milik mereka merupakan sesuatu yang tidak masuk akal.
“GIDI mengklaim seluruh tanah di Tolikara adalah miliknya, itu sangat tidak masuk akal,” jelasnya kepada hidayatullah.com beberapa saat setelah meninggalkan ruang sidang.
Lebih lanjut Anton menjelaskan, bahwa tanah itu resmi milik umat Islam Tolikara, sehingga Masjid dan Ruki (Rumah Kios) yang dibakar beberapa waktu lalu harus dibangun di lokasi yang sama.
Karena rencananya, lanjut Anton, Ruki tersebut akan dibangun di lokasi yang berbeda. Namun untuk Masjid tetap sesuai di daerah awalnya.
“Tanah itu resmi milik umat Islam Tolikara, sehingga Ruki itu harus dibangun disitu. Kalau dibangun di tempat jauh yang sepi, nanti siapa yang mau beli,” jelas Anton.
Anton mengaku pihaknya sangat bersyukur dapat menemukan sertifikat tanah tersebut, sehingga ada bukti kuat terhadap kewenangannya.
“Alhamdulillah, saya bisa menemukan sertifikat itu,” pungkasnya. */Yahya G. Nasrullah