Hidayatullah.com- Harapan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur agar gelaran Musyawarah Nasional (Munas) MUI ke-IX di Surabaya membahas persoalan Syiah mendapat tanggapan Ketua Umum MUI Prof Dr Din Syamsuddin.
Sebelumnya, isu tersebut muncul setelah Din Syamsuddin menyampaikan pandangannya terkait Syiah pada Rapat Paripurna yang dilakukan secara tertutup di Garden Palace Hotel, Senin 24 Agustus kemarin. [Baca: MUI Jatim Desak Munas Bahas Masalah Syiah]
“Saya ini belajar kitab-kitab Syiah, baik dari bahasa Arab maupun bahasa Persia, insya Allah cukup mendalam,” tukas Din kepada hidayatullah.com seusai acara pembukaan di Gedung Grahadi, Selasa (25/08/2015) kemarin.
Din berkesimpulan, dirinya tidak boleh gegabah dalam mentakfirkan suatu kelompok.
“Saya kemarin di rapat paripurna mengemukakan tentang fatwa dari Majma al-Fiqh al-Islami ad-Du’ali (International Fiqh Academy) di bawah naungan OKI,” papar Din.
Menurut Din, fatwa Majma al-Fiqh al-Islami ad-Du’ali menegaskan untuk tidak boleh ada pengkafiran terhadap Delapan kelompok dalam tubuh umat Islam.
Kedelapan kelompok itu adalah mereka yang mengikut 4 Imam Madzhab (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanafi, dan Imam Hambali), 2 dari kelompok Syiah (Ja’fari, dan Zaidi), serta lainnya adalah kelompok Ibadi dan Zohiri.
“Ini fatwa ulama se-Dunia dan sudah dikukuhkan,” tegas Din.
Namun terkait kalangan Syiah lainnya, Din juga menegaskan menolak.
“Tapi ada sikap kalangan Syiah yang ekstrim, radikal, dan sinis. Itu tidak bisa ditolerir,” jelasnya.
Meski demikian, Din tetap mengingatkan untuk tidak mudah mentakfirkan, terutama jika menyangkut akidah.
“Jika masuk kelingkaran akidah, kita perlu hati-hati,” ujarnya.
Revolusi Syiah
Semetara Dr. Muhammad Kholid Muslih, MA, Ketua Program Studi Ilmu Akidah Pasca Sarjana UNIDA Gontor yang juga dikenal pakar bidang Syiah membenarkan Majma al-Fiqh al-Islami ad-Du’ali yang disebut Din.
Jebolan Fakultas Ushûluddin Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, dengan disertasi terkait Syiah dan Wilayatul Faqih (Imamah dalam Syiah) yang memiliki pemikiran takfir justru kelompok Syiah.
“Dua hal yang berbahaya dari Syiah itu adalah pemikiran takfiri dan tsauroh (revolusi). Dan dua hal ini yang sangat mengancam Indonesia,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Rabu (26/08/2015) pagi.
Kholid juga mengatakan, fatwa MUI Jawa Timur Januari 2012, menetapkan ajaran Syi’ah (khususnya Imamiyah Itsna Asyariyah atau yang menggunakan nama samaran Madzhab Ahlul Bait) serta ajaran-ajaran yang mempunyai kesamaan dengan faham Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah adalah sesat dan menyesatkan. [baca juga: MUI Telah Keluarkan Fatwa Pokok Kesesatan Ajaran Syiah]
Menurut Kholid, mayoritas Syiah di Indonesia adalah pengikut Imamiyah Itsnā Asyariah yang meyakini tsauroh (revolusi). [Baca: Dr. M. Kholid Muslih: Syiah di Berbagai Negara Berpotensi Memberontak]
Menurutnya, semua Negara yang dimasuki Syiah di seluruh dunia pasti melakukan revolusi dan mengangkat senjata. Termasuk temuan aparat Kuwait terbaru terkait Syiah. Cepat dan lambat hal itu akan masuk ke Indonesia, ujarnya mengingatkan pemerintah.
Siang ini, masalah Syiah menjadi bahasan di Sidang Komisi Munas MUI.
Seperti diketahui, saat menyampaikan pandangannya terkait Syiah pada Rapat Paripurna yang dilakukan secara tertutup di Garden Palace Hotel, Senin 24 Agustus, Din mengatakan telah membaca banyak buku tentang Syiah baik versi Arab atau Persia. Ia mengaku yang tidak setuju ajaran Syiah, termasuk masalah Ghadir Khum yang dinilai sudah fabrikasi (akal-akalan). */Yahya G. Nasrullah