Hidayatullah.com – Dosen UHAMKA Jakarta, Fahmi Salim Zubair, MA Organisasi massa (Ormas) Islam perlu mencontoh kiprah Al Azhar Mesir yang hingga saat ini tetap tegar dan bisa berusia lebih dari 1000 tahun.
Anggota Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Pusat periode 2010-2015 mengatakan, sejatinya ada tiga rahasia penting yang mencakup pengaruh eksistensi sebuah lembaga atau organisasi massa khususnya Islam.
“Ada tiga keluatan Al Azhar; kekuatan manhaj, sistem pengkaderan serta kekuatan pendanaan,” ujarnya saat memberi tausyiah pada para santri dan pengelola Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya belum lama ini.
Dalam hal sistem pengkaderan, Universitas al-Azhar saat ini telah memiliki ribuan lembaga pendidikan mulai jenjang pendidikan dini (TK) hingga tingak doktoral (S3). Juga ma’had-ma’had tahfidznya.
“Dalam hal ini, kita patut belajar kepada Universitas al-Azhar Mesir dalam membangun tiga aspek kekuatan penting yang mampu memberikan pengaruh dan sumbangsihnya bagi Arab dan dunia Islam pada umumnya,” ujar Ketua Mejelis Intelektual dan Ulama Muda (MIUMI) DKI Jakarta ini.
Dampak dari usia yang telah berdiri seribu tahun lebih, bahkan dinilai melebihi usia Negara Mesir sendiri, juga dampak kekuatan kaderisasi, Al Azhar memiliki pengaruh luar biasa.
Selain lembaga pendidikannya menjadi basis pengkaderan calon-calon ulama, Al Azhar juga memiliki kurikulum pendidikan sendiri yang tidak ikut pemerintah. Begitu besarnya pengaruh Al Azhar, membuat eksistensi pengkaderannya diakui.
Ini terjadi karena Al Azhar memiliki lembaga wakaf yang sangat besar dan luar biasa.
“Bahkan dahulu banyak warga Mesir yang secara sukarela mewakafkan asetnya untuk dikelola oleh al-Azhar,” ujar Salim.
Besarnya aset wakaf yang dimiliki al-Azhar, sampai pemerintah membentuk secara khusus kementerian yang menangani aset wakaf al-Azhar melalui Kementerian Perwakafan dan Menteri Negara Urusan al-Azhar yang bertugas membidangi ribuan lembaga pendidikan al-Azhar mulai dari TK hingga jenjang doctoral, bertugas mengelola asset-aset Al Azhar, pembangunan, beasiswa, kesehatan, dan pelayanan-pelayanan masyarakat lainnya.
“Bahkan karena saking besarnya aset keuangan dan pengaruh Al-Azhar di Mesir, sampai pada tahun 1960-an rezim Jamal Abdur Naser melakukan nasionalisasi lembaga ini sehingga kini dalam pengelolaannya harus melalui APBN,” ujar Salim.
Dalam hal mazhab, Al-Azhar menggunakan keempat imam mazhab sebagai pedoman, sedangkan soal akidah berpegang kepada akidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang berafiliasi pada Asy’ariyah al-Maturidiyah.
“Kekuatan pengkaderan ulama melalui lembaga pendidikan dengan manhaj yang lurus, serta ditopang dengan kekuatan finasial melalui lembaga wakaf inilah, yang membuat al-Azhar memiliki pengaruh dan kontribusi yang cukup besar di Mesir.”
Karenanya ia berharap agar organisasi massa atau lembaga Islam di Indonesia bisa meniru langkah Al-Azhar dan para ulamanya dalam membangun kekuatan manhaj, sistem pengkaderan serta kekuatan pendanaan melalui harta wakaf umat Islam, dan bukan lembaga yang suka meminta-minta bantuan pada pemerintah.
“Umat Islam harus memilihi izzah, dan semoga ini menjadi kebangkitan dan kejayaan umat di masa mendatang,” tambahnya.*/Yahya G. Nasrullah