Hidayatullah.com– Sesuatu yang telah baik, semestinya tidak perlu dirubah. Apalagi, suatu aturan yang banyak diapresiasi oleh masyarakat. Dalam konteks itu, pelonggaran aturan penjualan bir dinilai sebagai suatu kemunduran.
Demikian dikatakan Ketua Komisi VIII DPR RI, Dr. H. Saleh Partaonan Daulay, M.Ag, M.Hum, MA menanggapi wacana Kementerian Perdagangan yang dalam waktu dekat akan merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A.
“Perlu diklarifikasi motivasi dibalik aturan pelonggaran penjualan minuman beralkohol itu. Kalaupun ada target, target yang mau dicapai harus dijelaskan ke publik. Dengan begitu, publik bisa memberikan penilaian terhadap kinerja pemerintah,” kata Saleh dalam pesan singkatnya kepada hidayatullah.com, Selasa (14/09/2015).
Selain itu, perlu juga ditanyakan apakah kebijakan itu sektoral dibuat oleh kementerian terkait, atau justru kebijakan dari kantor kepresidenan. Kalau dari kantor kepresidenan, tentu hal itu telah dirapatkan secara formal di rapat kabinet.
“Menurut saya, itu adalah kebijakan sepihak kementerian. Rasanya tidak mungkin presiden membuat kebijakan yang tidak populis seperti itu” kata Saleh.
Seperti diberitakan republika online, Senin (14/09/2015), Kementerian Perdagangan dalam waktu dekat akan merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A.
“Intinya, Peraturan Dirjen Dagri yang mengatur khusus daerah wisata yang ada peraturan daerahnya itu, akan direlaksasi dan dikembalikan ke kabupaten kota untuk lokasi mana saja yang boleh (menjual), dan tidak melanggar Permendag yang ada,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina, di Jakarta, Ahad (13/9).
Aturan Dirjen Dagri No. 04/2015 tersebut mengatur tentang tata cara penjualan minuman beralkohol golongan A, khususnya untuk daerah wisata. Namun dengan direlaksasinya aturan tersebut, maka nantinya pemerintah daerah yang akan memiliki wewenang untuk menetapkan daerah mana saja yang bisa menjual bir dan minuman sejenisnya.
“Biarkan pemerintah daerah yang menentukan lokasi mana yang bisa menjual minuman beralkohol tersebut. Karena pemerintah daerah yang paling paham terhadap masyarakatnya, apakah memerlukan minuman beralkohol atau tidak,” ujar Srie.
Namun, Srie menegaskan, dengan adanya relaksasi tersebut bukan berarti minuman beralkohol golongan A bisa dijual kembali di minimarket, karena untuk pelarangan penjualan bir masih diatur dalam Permendag No 06/2015 tentang perubahan kedua atas Permendag No. 20/M-DAG/4/2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol.
“Untuk Perdirjen itu kan hanya (memperbolehkan) di kawasan wisata, nanti, di luar kawasan wisata juga boleh sepanjang bupati atau wali kota yang menetapkan, akan tetapi tetap non-minimarket,” kata Srie.*